JAKARTA – Dalam pernyataan yang mengejutkan, Presiden AS Donald Trump mengaku “ingin sekali” bertarung melawan Barack Obama dalam pemilihan presiden 2028.
Pernyataan ini tentu mengundang kehebohan, mengingat Konstitusi AS jelas melarang seseorang menjabat sebagai presiden lebih dari dua kali.
“Saya ingin sekali. Itu akan menjadi pertarungan yang bagus. Saya menyukainya,” ujar Trump kepada wartawan di Oval Office, Gedung Putih, pada Senin (31/3).
BACA JUGA
- Ukraina Was-was Saat Rusia Tawarkan Perdamaian
- Warga Gaza Ogah Dapat Bantuan dari Amerika dan Israel
- Sama-sama Musuhi AS, China – Rusia Kompak Bahas Koordinasi Strategis
- Tak Mau Konflik Berlarut, China Harap AS Bersedia Negosiasi
- Bangga Hingga Senang, Ini Reaksi Warga Amerika Atas Terpilihnya Paus Leo XIV
Trump, yang saat ini menjalani masa jabatan keduanya, menyatakan bahwa tidak ada yang memintanya untuk mencalonkan diri kembali.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan untuk mempertimbangkannya jika ada cara yang memungkinkan.
“Tidak ada orang yang meminta saya untuk mencalonkan diri, dan ada banyak cerita tentang pencalonan untuk masa jabatan ketiga. Saya tidak tahu. Saya belum pernah mempertimbangkannya. Mereka mengatakan ada cara untuk melakukannya, tetapi saya tidak tahu tentang itu, dan saya belum menelusurinya. Saya ingin melakukan pekerjaan yang luar biasa. Kami masih punya empat tahun. Masih mendekati empat tahun,” tambahnya.
Namun, berdasarkan Amandemen ke-22 Konstitusi AS, seseorang tidak dapat terpilih sebagai presiden lebih dari dua kali, baik secara berturut-turut maupun tidak. Hal ini membuat peluang Trump ataupun Obama untuk kembali bersaing di Pilpres 2028 menjadi mustahil, kecuali ada perubahan dalam konstitusi.
Meskipun demikian, spekulasi tentang Trump kembali ke panggung politik terus mencuat. Beberapa analis bahkan menduga bahwa satu-satunya jalan bagi Trump untuk kembali berkuasa adalah melalui skenario suksesi, bukan melalui pemilihan umum.
Mengamandemen Konstitusi untuk menghapus larangan dalam Amandemen ke-22 hampir mustahil dilakukan. Hal ini membutuhkan persetujuan dua pertiga suara di kedua kamar Kongres serta ratifikasi oleh tiga perempat negara bagian—sebuah tantangan yang sangat besar dalam lanskap politik AS saat ini.