JAKARTA – Malam Lailatul Qadar selalu menjadi pembicaraan penuh makna di setiap bulan Ramadan. Bagi umat Muslim, malam ini adalah kesempatan emas untuk mendapatkan pahala berlimpah, pengampunan dosa, dan keberkahan luar biasa.
Banyak yang rela begadang di sepertiga malam terakhir, berharap menemukan momen penuh keistimewaan ini. Namun, di balik kemuliaannya, ada satu pertanyaan yang sering muncul, yakni mengapa Lailatul Qadar disebut sebagai malam seribu bulan?
Keistimewaan Lailatul Qadar
Setiap Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, terutama di sepuluh malam terakhir. Banyak yang berusaha menghidupkan malam-malam ini dengan shalat, dzikir, dan doa. Mengapa? Karena di antara malam-malam ini, terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Dalam Al-Qur’an, Surah Al-Qadr ayat 3 menyebutkan:
“Lailatul Qadri khairum min alfi syahr”
Artinya: “Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa beribadah pada malam ini lebih utama dibandingkan beribadah selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun. Angka ini tentu bukan sembarang angka, melainkan simbol dari keagungan dan keberkahan malam tersebut.
Tanda-Tanda Kedatangan Lailatul Qadar
Meskipun tidak ada kepastian kapan tepatnya Lailatul Qadar terjadi, Rasulullah ﷺ memberikan beberapa petunjuk tentang ciri-ciri malam ini. Di antaranya:
- Udara dan langit terasa lebih tenang – Suasana malam Lailatul Qadar cenderung sejuk dan damai.
- Matahari terbit tanpa sinar yang menyilaukan – Beberapa riwayat menyebutkan bahwa di pagi hari setelah Lailatul Qadar, matahari tampak lebih redup dan tidak menyengat.
- Hati terasa lebih tenteram – Malam ini dipenuhi dengan ketenangan dan kedamaian yang luar biasa.
Karena sifatnya yang rahasia, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah di malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadan.
Mengapa Disebut Malam Seribu Bulan?
Kembali ke pertanyaan awal, mengapa Lailatul Qadar disebut malam seribu bulan?
Para ulama memiliki berbagai penafsiran mengenai hal ini. Sebagian mengatakan bahwa seribu bulan bukanlah angka harfiah, melainkan simbol dari keberkahan yang luar biasa. Ibadah yang dilakukan pada malam ini bernilai jauh lebih besar dibandingkan ibadah selama 83 tahun lebih.
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ diberi tahu tentang seorang lelaki dari Bani Israil yang beribadah kepada Allah selama seribu bulan tanpa berhenti. Umat Nabi Muhammad ﷺ, yang memiliki umur lebih pendek dibanding umat-umat sebelumnya, diberi anugerah Lailatul Qadar agar bisa mendapatkan pahala yang sama dalam waktu yang jauh lebih singkat.
Dalam tafsir lain, “seribu bulan” menggambarkan betapa istimewanya malam ini dibanding malam-malam lainnya. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umat-Nya, memberikan kesempatan untuk mendapatkan pahala yang tak terhingga hanya dalam satu malam.
Lailatul Qadar bukan sekadar malam biasa. Ia adalah malam penuh keberkahan yang nilainya melebihi seribu bulan. Ini bukan hanya tentang hitungan waktu, tetapi tentang esensi dan makna ibadah yang dilakukan di dalamnya. Oleh karena itu, momen ini seharusnya tidak disia-siakan.
Bagi siapa pun yang ingin mendapatkan keutamaan malam ini, perbanyaklah ibadah, berdoa dengan sungguh-sungguh, dan berharap agar Allah mempertemukan dengan malam Lailatul Qadar. Sebab, pahala satu malam ini bisa menjadi bekal berharga untuk kehidupan di dunia dan akhirat.