NewsPolhukamGerindra Tegaskan RUU TNI Sejalan dengan Supermasi Sipil

Gerindra Tegaskan RUU TNI Sejalan dengan Supermasi Sipil

“Selain 15 K/L yang diatur dalam revisi UU, tidak ada penempatan prajurit aktif dimanapun termasuk di BUMN. Adapun aturan mengenai prajurit aktif TNI tidak boleh berbisnis, itu masih sama dengan aturan sebelumnya, tidak ada yang berubah,” tegas Budisatrio. “Jika ada prajurit aktif yang bergabung di luar dari 15 K/L yang telah ditentukan, mereka wajib pensiun,” katanya menambahkan.

Budisatrio Djiwandono menegaskan bahwa penempatan ini memiliki keterkaitan langsung dengan sektor pertahanan dan keamanan nasional serta bertujuan memberikan payung hukum yang jelas.

“Selama ini prajurit aktif sudah ada di K/L tersebut, namun tanpa regulasi yang mengaturnya di tingkat UU. Revisi ini memastikan tugas-tugas kritis pertahanan berjalan lebih efektif dan profesional,” ujarnya.

Bakamla, misalnya, berperan dalam pengamanan maritim, termasuk pemberantasan penyelundupan, illegal fishing, maupun kejahatan transnasional, sehingga wajar jika prajurit TNI turut berperan. Begitu pula BNPB dan BNPP yang memerlukan kesiapsiagaan militer dalam menangani bencana dan menjaga stabilitas perbatasan.

Sementara itu, BNPT membutuhkan personel dengan pengalaman militer untuk menangani ancaman terorisme yang semakin kompleks, dan Kejaksaan Agung memerlukan unsur militer untuk menangani perkara pidana militer melalui posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil).

“Dalam situasi darurat, kehadiran prajurit TNI sangat penting untuk respons cepat dan efektif. Ini bukan militerisasi, tetapi penguatan sinergi dalam menghadapi ancaman pertahanan nasional,” tegasnya.

Pasal 53: Perpanjangan Usia Prajurit

Salah satu poin utama revisi adalah peningkatan batas usia pensiun prajurit. Budisatrio
mencontohkan bahwa di banyak negara, usia pensiun militer rata-rata mencapai 58 hingga 65 tahun. Menurutnya, saat ini tamtama dan bintara harus pensiun pada usia 53 tahun, padahal kondisi fisik dan mental mereka masih prima. Begitu pula dengan tingkatan perwira, dimana mereka saat ini harus pensiun di usia 58 tahun.

Padahal, keahlian dan pengalaman para perwira masih sangat dibutuhkan untuk kepentingan pertahanan negara.

“Kami menemukan realita banyak dari prajurit kita yang sudah harus pensiun di tengah kondisi mereka yang masih prima, dan bahkan tidak sedikit yang masih harus menyekolahkan anak-anaknya. Jika mereka harus pensiun dalam kondisi tersebut, tentu hal ini akan memberatkan para prajurit ketika purna tugas,” paparnya.

“Perpanjangan usia pensiun ini merupakan wujud kehadiran negara yang sudah sepantasnya diberikan kepada prajurit-prajurit kita yang sudah mempertaruhkan nyawa mereka demi bangsa dan negara,” ujar Budisatrio.

“Maka atas dasar sejumlah pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak, serta perbandingan dengan praktik di negara lain, revisi UU TNI memutuskan untuk menaikkan usia masa bakti prajurit setingkat tamtama dan bintara hingga 55 tahun. Perwira sampai dengan pangkat Kolonel 58 tahun. Sementara untuk perwira tinggi, usia pensiunnya berjenjang dari 60 hingga 62 tahun. Kecuali untuk perwira tinggi bintang 4, dengan usia pensiun 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali hingga 65 tahun. Tentunya hal ini dilakukan tanpa mengorbankan proses regenerasi di tubuh TNI,” kata Budisatrio menjelaskan.

Whatsapp Channel

Cloud Hosting Enterprise

Bingung cari hosting murah dengan kecepatan super ngebut ?. Pakai aja layanan Cloud Hosting Enterprise dari Niagahoster.

Hosting Murah Indonesia
spot_img

Terpopuler

Satu Rubrik
Patut Dibaca