JAKARTA – Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan viral tentang temuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Dalam keterangannya, Rudijanta membantah adanya kaitan langsung antara kasus tersebut dengan kebijakan larangan penggunaan drone di kawasan wisata Bromo dan Semeru.
Rudijanta menjelaskan, penemuan ladang ganja terjadi pada 18-21 September 2024. Operasi tersebut melibatkan BB TNBTS, Polres Lumajang, TNI, dan perangkat Desa Argosari.
Tidak ada Topik serupa pekan ini.
Lokasi ladang ganja berada di Blok Pusung Duwur, Resort Pengelolaan TNBTS Wilayah Senduro dan Gucialit, yang secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Senduro dan Gucialit, Kabupaten Lumajang.
“Area tersebut sangat tersembunyi, terletak di kawasan dengan semak belukar yang lebat dan vegetasi seperti kirinyu, genggeng, dan anakan akasia, serta memiliki kemiringan yang curam,” jelas Rudijanta, Rabu (19/3/2025).
Hingga saat ini, Polres Lumajang telah menetapkan empat tersangka yang merupakan warga Desa Argosari. Kasus tersebut kini memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Lumajang. Teknologi drone berperan penting dalam membantu tim mengidentifikasi lokasi ladang ganja yang sulit dijangkau.
Rudijanta juga menepis narasi di media sosial yang mengaitkan temuan ladang ganja dengan aturan pelarangan drone di kawasan TNBTS. Ia menegaskan bahwa lokasi ladang ganja tidak berada di jalur wisata Gunung Bromo maupun jalur pendakian Gunung Semeru.
“Lokasi penemuan ada di sisi timur Kawasan TNBTS, sedangkan kawasan wisata Gunung Bromo berada di sisi barat dengan jarak sekitar 11 kilometer. Jalur pendakian Gunung Semeru berada di sisi selatan dengan jarak sekitar 13 kilometer,” katanya.
Ia juga menjelaskan, larangan penggunaan drone di jalur pendakian Gunung Semeru telah berlaku sejak 2019 sesuai dengan SOP Nomor SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA/4/2019. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keselamatan pendaki dan mencegah gangguan pada jalur yang rawan.
Sementara itu, aturan tarif penerbangan drone di kawasan TNBTS merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 yang diberlakukan secara nasional mulai 30 Oktober 2024.
“Kebijakan tersebut bertujuan melindungi ekosistem kawasan konservasi dan mendukung pengelolaan berbasis masyarakat,” ujarnya.
Rudijanta juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan penutupan pendakian Gunung Semeru pada awal tahun, terutama saat musim hujan, yang kerap disertai risiko longsor, badai, dan angin kencang. Ia mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi menjaga kelestarian kawasan konservasi dengan melaporkan aktivitas mencurigakan.
Dengan klarifikasi ini, Rudijanta berharap pemberitaan mengenai kasus penemuan ladang ganja dapat dipahami secara utuh, tanpa menimbulkan kesalahpahaman.
“Kolaborasi antara pengelola kawasan, aparat penegak hukum, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam menjaga keindahan dan kelestarian TNBTS,” tutupnya.