JAKARTA – Supersemar yang merupakan singkatan dari Surat Perintah Sebelas Maret, adalah dokumen yang menjadi momen penting dalam sejarah Indonesia.
Surat ini dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966 kepada Letjen Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat dan Pangkopkamtib.
Supersemar hadir sebagai langkah untuk memulihkan keamanan serta stabilitas politik dan ekonomi di tengah kekacauan pasca pemberontakan G-30-S/PKI.
Konteks dan Latar Belakang Setelah penumpasan PKI, situasi politik di Indonesia masih jauh dari stabil. Kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno menurun drastis, ditambah dengan kemerosotan ekonomi yang semakin memperburuk kondisi negara.
Rakyat, melalui Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) yang digagas oleh pelajar, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya, mendesak pembubaran PKI, pembersihan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga kebutuhan pokok.
Dalam suasana yang penuh tekanan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar untuk memberi mandat kepada Letjen Soeharto agar mengambil langkah yang dianggap perlu demi memulihkan situasi.
Langkah-Langkah Setelah Supersemar Setelah menerima mandat tersebut, Letjen Soeharto bergerak cepat. Salah satu tindakan monumental yang diambil adalah membubarkan dan melarang PKI serta seluruh organisasi yang terkait dengannya di seluruh Indonesia pada 12 Maret 1966.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Orde Baru, menandai perubahan besar dalam arah politik Indonesia.
Kontroversi Seputar Supersemar Hingga kini, keaslian dokumen Supersemar masih menjadi perdebatan. Terdapat dua versi yang beredar: satu yang berasal dari TNI Angkatan Darat, dan lainnya yang diduga lebih otentik berasal dari Presiden Soekarno.
Meskipun dokumen asli belum ditemukan, beberapa pokok pikiran dari Supersemar tetap menjadi rujukan selama masa Orde Baru.
Isi Supersemar
Selama ini, belum bisa dipastikan mana dokumen asli Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966) yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Karena, ada dua versi Supersemar yang beredar yakni versi dari TNI Angkatan Darat dan versi diduga benar berasal dari Presiden.
Meski Supersemar ada berapa versi, terdapat beberapa pokok pikiran yang diakui Orde Baru dan dijadikan acuan.