NewsPolhukamMahfud MD Ingatkan Demokrasi Bukan Pilihan Terbaik Jika Rakyatnya Masih Bodoh

Mahfud MD Ingatkan Demokrasi Bukan Pilihan Terbaik Jika Rakyatnya Masih Bodoh

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia belum sehat. Sebab, akan ada pola yang tidak baik yakni demokrasi transaksional.

“Menurut Aristoteles, demokrasi itu bukan pilihan yang bagus. Bagi Aristoteles yang bagus itu aristokrasi digabung dengan demokrasi, karena demokrasi perlu prasyarat,” kata Mahfud MD dalam podcast bersama Gita Wirjawan yang dikutip Holopis.com, Senin (17/2/2025).

Prasyarat penting dalam menjalankan demokrasi dikatakan Mahfud adalah memastikan rakyatnya memiliki kecerdasan yang baik.

“Kalau Anda, rakyatnya masih bodoh kok pakai demokrasi, itu yang terjadi jual beli suara, sekarang di negara kita. Itu dulu Aristoteles pernah mengatakan,” ujarnya.

Alasan mengapa Demokrasi berjalan tanpa aristokrasi, karena hanya akan melahirkan demoagog yang tidak akan sehat bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

“Demokrasi hanya akan melahirkan demagok. Demagog itu politikus yang pintar ngomong tapi sebenarnya dia nggak tahu apa yang harus dia kerjakan,” terangnya.

Aristokrasi yang dimaksud oleh Mahfud MD adalah segelintir kelompok menengah yang memiliki daya pikir jernih dalam membangun bangsa dan negara, serta menyadarkan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas diri. Salah satunya adalah dengan kesadaran kolektif agar masyarakat memiliki tingkat pendidikan dan intelektualitas yang baik.

“Demokrasi begitu saja harus diarahkan oleh aristokrat, sampai pada satu situasi di mana tingkat pendidikan masyarakat itu maju,” tutur Mahfud MD.

Bahkan Mahfud MD juga mengutip pidato mantan Wakil Presiden RI sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) tentang peradaban demokrasi yang ideal. Di mana ia mengutip bahwa untuk menjalankan demokrasi yang baik, maka syaratnya adalah pendapatan masyarakat Indonesia per kapita minimal USD 5.500.

“Tingkat demokrasi itu tidak akan pernah berhasil sebelum pendapatan per kapita mencapai minimal USD 5.500. Kalau di bawah itu ndak akan ada demokrasi. Orang pasti akan menjual suaranya, orang berdemokrasi pasti membeli suara secara tidak fair, pasti mengintimidasi,” ucap Mahfud.

Pendapat Boediono yang dikutip Mahfud MD tersebut adalah berdasarkan riset dan penelitian yang ada dari berbagai sumber baik dari riset berbagai negara maupun pengamatan perkembangan zaman.

“Per hari ini pendapatan per kapita USD 4.700,” lanjutnya.

Lantas ia pun bertanya ke Gita Wirjawan, kira-kira butuh waktu sampai tahun berapa agar pendapatan per kapita masyarakat Indonesia menyentuh angka USD 5.500. Kemudian Gita pun menjawab bahwa berdasarkan perhitungannya, pendapatan sebesar itu akan tercapai kurang dari 2030.

“Mudah-mudahan, kalau bisa itu (sebelum 2030), demokrasi kita akan bagus,” tukas Mahfud.

Alokasi Anggaran Pendidikan 20% dari APBN

Lebih lanjut, Mahfud MD yang juga Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut juga mengatakan, bahwa ideal alokasi anggaran negara untuk mendukung sektor pendidikan setidaknya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kebijakan anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru, kemajuan perguruan tinggi dan sebagainya itu lalu ditetapkan di konstitusi, minimal 20% dari APBN harus untuk pendidikan,” tandasnya.

Alokasi anggaran APBN minimal 20% tersebut merupakan sebuah upaya negara dalam memastikan agar tingkat literasi dan pendidikan di Indonesia semakin maju. Lebih banyak masyarakat Indonesia yang dapat mengakses pendidikan dengan baik dan mudah.

“Sebenarnya untuk menjawab hal itu, agar pendidikan ini menjadi lebih bagus,” tambahnya.

Cloud Hosting Enterprise

Bingung cari hosting murah dengan kecepatan super ngebut ?. Pakai aja layanan Cloud Hosting Enterprise dari Niagahoster.

Hosting Murah Indonesia
spot_img

Terpopuler

Satu Rubrik
Patut Dibaca