HOLOPIS.COM, JAKARTA – Paka hukum politik dan ilmu tata negara, Mahfud MD menyatakan bahwa haram hukumnya mendirikan negara persis seperti di era pemerintahan Nabi Muhammad SAW. Hal ini disampaikan sebagai penjelasan bahwa bentuk negara memang tidak diatur dalam syariat Islam.
“Haram itu hukumnya mendirikan negara seperti Nabi,” kata Mahfud MD dalam podcast Gita Wirjawan, seperti dikutip Holopis.com, Senin (17/2/2025).
Dijelaskan Mahfud, bahwa sistem pemerintahan seperti di era Nabi tidak mungkin dilakukan di era saat ini. Sebab, seluruh pemangku kebijakan dikendalikan oleh Nabi secara langsung, baik sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, hakim, dan sebagainya.
“Negara Nabi itu, kepala negaranya Nabi, kemudian hukumnya langsung dari nabi, hakimnya Nabi,” jelasnya.
“Di jaman Nabi itu ndak ada hakim, ndak ada lembaga legislatif DPR, eksekutif legislatifnya ada di Nabi semua, siapa sekarang yang mau jadi Nabi?. Kan haram mendirikan negara seperti itu, karena Anda harus mencari Nabi baru. Padahal dalam pandangan Aswaja, nabi itu sudah ditutup,” lanjut Mahfud MD.
Pasca kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW, bentuk pemerintahannya pun berbeda-beda. Bahkan di era Khulafaur Rasyidin pun, bentuk pemerintahannya beragam. Mulai dari Khilafah maupun Monarkhi.
Dipaparkan Mahfud MD, untuk kepemimpinan Abdullah bin Abu Quhafah alias Abu Bakar As-Shiddiq menjalakan pemerintahannya dengan bentuk Khilafah. Sementara Umar bin Khatthab memimpin pemerintahan dengan sistem keamiran.
“Oleh sebab itu disebut Amirul Mukminin, tidak disebut Khalifah, melahirkan negara keamiran,” tutur Mahfud.
Kemudian untuk Utsman bin Affan menjalankan pemerintahan dengan bentuk Khilafah, akan tetapi pemilihannya sudah dilakukan oleh ahlul halli wal ‘adli alias DPR. Lantas untuk Ali bin Abi Thallib menjalankan Imamah seperti Iran saat ini.
“Kan per hari ini ada 57 (negara). Organisasi Konferensi Islam itu kan negara-negara kaum Muslimin yang negaranya berbeda-beda,” paparnya.
Sehingga dengan demikian, Mahfud MD menekankan bahwa tidak ada bentuk negara baku yang diperintahkan Islam terhadap para pemeluknya. Sehingga bentuk negara seperti apa pun, tidak menjadi persoalan asalkan menjalankan 5 (lima) prinsip.
“Setiap negara itu sudah dianggap Islami kalau memenuhi lima hal,” terangnya.
Pertama adalah melindungi keselamatan masing-masing, kedua melindungi keselamatan jiwa orang, ketiga melindungi harta benda orang, keempat melindungi kesehatan akal, dan kelima melindungi kemurnian keturunan.
“Menjadi negara pancasila dengan rumah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sudah kompatibel dengan ajaran Islam. Itu adalah terjemahan ajaran Alquran dan Al Hadist untuk kebutuhan Indonesia,” jelas Mahfud.
Dengan demikian, ia pun mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama menjaga rumah besar Indonesia tersebut dengan kesepakatan tata hukum dan aturan main yang sudah ditetapkan oleh para pendiri bangsa.
“Mari kita hidup bernegara Indonesia dengan tata hukum yang kita atur dengan konstitusi kita, di mana nilai-nilai keislaman itu masuk di dalam bernegara,” pungkasnya.