Kortas Tipidkor Polri Sedang Usut Dugaan Korupsi di LPEI

Hosting Murah Indonesia

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kakortas Tipidkor), Irjen Pol Cahyono Wibowo mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendalami kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada periode 2012-2016.

Ia mengatakan bahwa saat ini penyidik sedang fokus mengumpulkan alat bukti guna menetapkan tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

“Kalau dilihat dari hasil sementara, kami kuat bahwa ada indikasi korupsi. Namun, kami juga mencari siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban dalam perkara ini,” ujar Irjen Pol Cahyono Wibowo kepada wartawan, Jumat (14/2/2025).

Cahyono menjelaskan bahwa penyidik telah menggelar perkara pekan lalu. Berdasarkan temuan awal, tindak pidana yang terjadi tidak hanya sebatas korupsi, tetapi juga tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua unsur pidana ini telah naik ke tahap penyidikan.

“Kasus ini terkait dengan pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT Maxima Inti Finance (PT MIF). Kerugiannya sekitar Rp600-an miliar lebih atau setara dengan 43 juta dolar AS,” ungkap Cahyono.

Guna memperkuat proses penyidikan, pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kami akan terus memperbarui perkembangan kasus ini. Proses penanganannya akan disampaikan lebih lanjut,” tambahnya.

Pengusutan perkara ini bermula dari temuan adanya penyimpangan dalam pemberian pembiayaan oleh LPEI kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST) dan PT Maxima Inti Finance (PT MIF) pada periode 2012-2016. Dana yang disalurkan tidak digunakan sesuai dengan tujuan awal, sehingga berujung pada kerugian negara yang sangat besar.

Wakakortas Tipidkor Polri Brigjen Arief Adiharsa mengungkapkan bahwa dugaan korupsi terjadi pada 2012-2014. Saat itu, LPEI menyepakati pembiayaan kepada PT DST. Namun, dalam prosesnya diduga terjadi penyimpangan dalam pemberian kredit.

Pinjaman yang dikucurkan tidak digunakan sesuai peruntukan, sehingga menyebabkan kredit macet sebesar Rp45 miliar dan 4,125 juta dolar AS. Untuk mencari solusi atas kredit macet tersebut, PT DST melakukan rapat direksi dan menyepakati penggunaan skema novasi, dengan menunjuk PT MIF sebagai pihak yang mengambil alih kredit.

“PT MIF kemudian menjadi debitur LPEI dan mendapatkan pembiayaan, yang sebagian dipakai untuk kepentingan novasi tersebut,” jelas Arief.

Namun, dalam prosesnya, skema novasi ini diduga dilakukan secara tidak sesuai ketentuan, sehingga seolah-olah PT DST telah melunasi utangnya. Berdasarkan kesepakatan tersebut, LPEI kembali mengucurkan dana kepada PT MIF hingga mencapai 47,5 juta dolar AS. Namun, proses pencairan kredit ini juga diduga tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Hasil pencairan kredit yang diterima PT MIF dari LPEI digunakan untuk melunasi utang PT DST sebesar 9 juta dolar AS, serta sejumlah kepentingan lain yang tidak sesuai dengan perjanjian.

“Akibatnya, pada tahun 2022 PT MIF dinyatakan pailit dan tidak mampu melunasi seluruh kewajiban utangnya kepada LPEI sebesar 43,6 juta dolar AS atau setara dengan Rp711 miliar. Jumlah ini menjadi bagian dari kerugian negara yang sangat besar,” pungkas Arief.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Cloud Hosting Enterprise

Bingung cari hosting murah dengan kecepatan super ngebut ?. Pakai aja layanan Cloud Hosting Enterprise dari Niagahoster, dapatkan jangkauan pengunjung bejibun sekarang juga.

Berita Terkait
Perlu dibaca

Rumah Eks Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Senilai Rp 1,5 M di Yogyakarta Disita KPK

Rumah mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah disita KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Rumah di kawasan Yogyakarta yang disita itu bernilai miliaran rupiah.

Berita Terbaru

5 Terpopuler