JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut rencana kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara sempat ditolak sebagian Direksi dan Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Akusisi baru disetujui setelah Komisaris Utama dan Direksi ASDP yang tidak menyetujui akuisisi diganti.
Demikian diungkapkan Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo dalam jumpa pers penahanan tiga tersangka dugaan korupsi KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara, di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (13/2). Adapun tiga tersangka itu yakni mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi; mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan, Harry MAC; dan mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Muhammad Yusuf Hadi.
Diterangkan Budi, penolakan sebagian Direksi dan Dewan Komisaris PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie menawarkan akusisi kepada ASDP pada tahun 2014. Namun saat itu, sebagian Direksi dan Dewan Komisaris PT ASDP pada saat itu menolak rencana akuisisi tersebut.
“Rencana akusisi ditolak dengan alasan bahwa kapal-kapal miliki PT JN umurnya sudah tua dan PT ASDP cenderung lebih memprioritaskan rencana pengadaan atau pembangunan kapal baru,” ungkap Budi Sokmo, seperti dikutip Holopis.com.
Setelah Ira Puspadewi diangkat menjadi Direktur Utama PT ASDP Adjie kembali menemui Ira Puspadewi pada awal 2018. Saat itu Adjie menawarkan kembali PT JN untuk diakuisisi.
Lalu dilakukan beberapa pertemuan terkait pembahasan rencana akuisisi dan juga kerja sama usaha. Pertemuan dihadiri Adjie, Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan Muhammad Yusuf Hadi.
Saat pembahasan rencana akuisisi tersebut, kata Budi, PT ASDP belum memiliki pedoman internal yang mengatur tentang akuisisi. Saat itu Ira memerintahkan tim akuisisi untuk menyusun draf Keputusan Direksi tentang Akuisisi.
Kemudian direksi PT ASDP pada tahun 2020 memasukkan kegiatan akuisisi pada Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) tahun 2020-2024. RJPP itu disahkan oleh Dewan Komisaris yang baru. Kegiatan akusisi disetujui dalam RJPP tahun 2020-2024 setelah komisaris utama dan direksi yang tidak menyetujui akuisisi diganti.
“Kegiatan akusisi disetujui dalam RJPP tahun 2020-2024 setelah Komisaris Utama dan
Direksi yang tidak menyetujui akuisisi diganti,” ungkap Budi.
Dalam RJPP itu disebutkan adanya penambahan 53 kapal melalui kerja sama usaha. Sementara dalam RJPP tahun 2019-2023 tercantum 5 pilar strategis diantaranya meningkatkan keunggulan operasional dan memperkuat kesehatan keuangan.
“Untuk melaksanakan hal tersebut dibuat inisiatif strategis diantaranya penambahan kapal yang akan dilakukan dengan cara pengadaan atau pembangunan kapal baru atau non baru secara bertahap sesuai dengan kebutuhan wilayah PT. ASDP INDONESIA FERRY
(Persero),” tutur dia.
Proses pelaksanaan due diligence untuk akuisisi dilakukan sebelum Keputusan Direksi PT
ASDP Nomor: KD.30/HK.002/ASDP-2022 tanggal 7 Februari 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengambilalihan di Lingkungan PT ASDP disahkan. Atas perintah Direksi PT ASDP, Ketua Tim Akuisisi selanjutnya mengkoordinasikan KJPP agar melakukan valuasi sesuai dengan permintaan Direksi.
Kemudian tim Akusisi melakukan serangkaian proses penilaian melalui beberapa konsultan, termasuk diantaranya KJPP MBPRU yang melakukan penilaian harga pasar atas 53 kapal milik PT JN Group (42 kapal milik PT JN dan 11 kapal milik afiliasi PT JN). Hasil penilaian KJPP MBPRU atas 53 kapal milik PT JN Group tersebut menjadi salah satu faktor
krusial yang menentukan keseluruhan nilai akuisisi PT JN di tahap selanjutnya.
“Namun diketahui bahwa penilaian KJPP MBPRU sudah direkayasa agar mendekati nilai yang sudah ditentukan oleh Adjie (owner PT JN) dan telah diketahui dan disetujui oleh Direksi PT ASDP sebelumnya yaitu tidak kurang dari Rp 2 Triliun,” ujar Budi.
Salah satu dasar utama yang dijadikan alasan KJPP MBPRU untuk menaikkan nilai valuasi kapal-kapal PT JN adalah umur masing-masing kapal berdasarkan grosse akta dan copy builder’s certificate yang diklaim masing-masing kapal tersebut. Padahal, ungkap Budi, umur kapal yang tercantum dalam grosse akta dan copy builder’s certificate yang diklaim masing-masing kapal tersebut banyak yang jauh lebih muda daripada data umur kapal yang tercantum dalam database milik International Maritime Organization (IMO) yaitu IMO GISI.
“Bahwa terdapat beberapa kali pertemuan untuk membahas negosisasi atas nilai akusisi PT JN antara Ira Puspadewi, Harry MAC, Muhammad Yusuf Hadi, Muhammad Adhi Caksono dan Adjie hingga pada tanggal 20 Oktober 2021 tercapai kesepakatan nilai akusisi sebesar Rp 1,272 Triliun, dengan rincian sebesar Rp 892.000.000.000,00 untuk nilai saham (termasuk perhitungan nilai 42 kapal milik PT JN) dan sebesar Rp 380.000.000.000,00 untuk nilai 11 kapal milik afiliasi PT JN, dan manajemen baru PT JN akan meneruskan hutang yang dimiliki oleh PT JN. Selanjutnya akusisi PT JN oleh PT ASDP dituangkan dalam Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tertanggal 22 Februari 2022,” kata Budi.
Sejauh ini perbuatan para tersangka dalam kasus ini terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000. Adjie sendiri hingga saat ini belum ditahan KPK.
Para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Atas perhitungan yang dilakukan maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000,” tandas Budi.