JAKARTA – Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadia untuk menjual langsung gas LPG 3kg di agen ternyata menimbulkan penolakan dari masyarakat. Meskipun sebenarnya masyarakat tidak menolak namun hanya menghendaki agar pembelian gas tersebut lebih mudah dan tersedia.
Politikus Partai Golkar, Henry Indraguna merespon menjelaskan bahwa pihaknya sangat memahami kebijakan tersebut. Selain untuk menekan kebocoran akibat permainan mafia, juga untuk memastikan bahwa subsidi tepat sasaran.
“Permasalahan utama adalah adanya mafia subsidi yang memanfaatkan sistem subsidi elpiji gas melon untuk kepentingan pribadi,” ujarnya saat dihubungi Holopis.com, Rabu (12/2).
Profesor dari Unissula Semarang ini kemudian menawarkan langkah pemberantasan mafia subsidi. Pertama, perlunya reformasi kebijakan subsidi LPG dengan mengubah sistem subsidi harga menjadi subsidi langsung kepada target penerima yang berhak.
“Ini dapat membantu mengurangi inclusion error dan arbitrase yang sering terjadi dalam sistem subsidi LPG saat ini,” jelasnya.
Kedua, penajaman target sasaran. Menurutnya langkah ini sudah dilakukan namun harus terus di update dengan mengumpulkan data yang valid dan akurat tentang kelompok masyarakat yang berhak menerima subsidi. Update data ini harus dilakukan berkala.
“Berikutnya, perlu dijajaki dan dicoba memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memonitor distribusi LPG 3 kg ini secara real time,” terangnya.
Sejak era Presiden Joko Widodo, subsidi bahan bakar berupa LPG ini memang disikapi sebagai bentuk bantuan sosial. Ini berbeda dengan era sebelumnya yang menempatkan subsidi sebagai investasi untuk mencapai masyarakat sejahtera.
“Zaman Pak Harto yang diisi teknokrat-teknokrat Golkar, lanjut ke Pak Habibie, Gus Dur, juga Bu Mega menempatkan subsidi bahan bakar, saat itu minyak tanah dan premium sebagai investasi, bukan bantuan sosial,” bebernya.
Selama ini alur pembayaran subsidi gas LPG 3 kg diterimakan langsung kepada yang mendistribusikan. Dengan mengubah pola subsidi dari subsidi produk menjadi subsidi langsung ke masyarakat, otomatis akan mempersempit ruang gerak mafia distribusi LPG.
“Saya mendapat data bahwa ada agen atau distributor yang nakal. Mereka memang mengajukan pembayaran ke Kemenkeu berdasarkan data yang valid. Namun ketika pengemasan, ternyata yang isi 3 kg dikurangi untuk kemudian diisikan ke tabung besar yang nonsubsidi. Nah, dengan subsidi langsung ke masyarakat, nanti hanya akan ada satu harga saja karena masyarakat sudah menerima subsidi secara langsung sehingga tidak akan ada keberatan,” imbuhnya.
Doktor Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini menambahkan bahwa kebijakan membatasi ruang gerak mafia itu memang harus dilakukan. Pada saatnya para mafia itu tak lagi punya ruang.
“Jadi intinya bukan pada teknis pembelian di warung atau agen atau pangkalan. Tapi secara substansi adalah memotong jalur yang sudah dibuat oleh mafia,” tandasnya.