JAKARTA – Persoalan dominus litis saat ini menjadi buah bibir banyak kalangan. Sebab isu ini menyasar Kejaksaan Agung yang bisa menjadi lembaga super body dalam konstruksi penanganan perkara hukum yang seharusnya sudah menjadi domain Kepolisian.
Salah satu yang memberikan komentar adalah Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas. Ia menyatakan bahwa usulan Jaksa untuk memasukkan asas dominus litis dalam Rancangan KUHAP sebaiknya ditolak sebab bisa merampas kewenangan Polri yang sudah berjalan selama ini.
“Karena Jaksa sebagai penuntut sedangkan untuk melakukan penyidikan merupakan kewenangan Polisi,” tegas Fernando Emas, Sabtu (8/2/2025).
Dalam paparannya, Fernando menyebut jika azas dominus litis dimasukkan dalam RKUHAP, maka pengendalian perkara nantinya hanya akan ada di Jaksa, sehingga Polisi hanya akan melakukan penyidikan berdasarkan arahan dan keinginan Jaksa.
“Selama ini sudah diatur dalam KUHAP koordinasi antara Jaksa dengan Polisi dalam penyidikan suatu perkara. Hanya perlu mengatur lebih rinci dan jelas mengenai koordinasi antara Polisi dan Jaksa mengenai penyidikan suatu perkara,” tuturnya.
Fernando menuturkan bahwa sangat dimungkinkan Jaksa akan melakukan intervensi penanganan perkara kalau asas dominus litis dimasukkan dalam RKUHAP karena ada tumpang tindi kewenangan yang dimiliki oleh Jaksa.
“Masing-masing lembaga negara atau aparat penegak hukum (APH) diberikan kewenangan masing-masing berdasarkan KUHAP hanya butuh pembenahan dan pengaturan lebih jelas mengenai penanganan suatu perkara,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso ikut memberikan komenternya. Ia mengatakan bahwa Kejaksaan akan memiliki kewenangan absolut dalam penegakan pidana jika dominus litis benar-benar dimasukkan ke dalam KUHAP. Ia pun mewanti-wanti bahwa kewenangan absolut akan selalu memiliki celah dan berpotensi terjadi penyelewengan kekuasaan.
“Harus hati-hati, jangan diberikan absolutisme yang besar kepada katakanlah kepada Kejaksaan untuk menentukan suatu proses perkara pidana, harus hati-hati di dalam politik hukum kita, di dalam merubah KUHAP ini,” kata Sugeng.
Advokat ini pun menerangkan, bahwa penerapan asas Dominus Litis yang diperluas di dalam pasal 28 dan 30 RUU KUHAP ini tidak sama dengan yang disebut Check and Balances, bahkan justru mengarah kepada absolutisme atau pemusatan kewenangan kepada satu lembaga, yakni Kejaksaan Agung.
“Memang proses check and balances kerja penyidikan oleh Polisi itu penting ya, tetapi menurut saya tidak diserahkan kepada Kejaksaan, tapi diserahkan kepada lembaga Yudikatif,” ungkapnya.
Jadi misalnya, untuk hal penangkapan dan penahanan bukan Jaksa yang memberikan persetujuan tertulis atau permintaan, tetapi adalah Hakim Komisaris. Jadi ada satu model yang bisa digunakan dari lembaga Yudikatif yang disebut Hakim Komisaris.
“Jadi kalau penyidik polisi ingin menangkap dan menahan, maka mereka wajib meminta persetujuan daripada Hakim Komisaris. Juga terkait dengan penyitaan, penyitaan apapun wajib meminta persetujuan, tidak dapat lagi misalnya sekarang main sita kemudian baru minta persetujuan, tapi harus dengan izin,” ujarnya.
Menurut Sugeng, dalam ketentuan UUD pasal 24 ayat 3 menyatakan bahwa Jaksa Agung atau Jaksa Agung Muda mewakili kepentingan umum dan melakukan tugas penuntutan di pengadilan.
“Jadi kontitusi sudah memberikan satu fungsi kepada Kejaksaan yaitu sebagai Penuntut Umum dalam sidang di pengadilan,” ungkapnya.
Artinya, Sugeng menyampaikan, sudah ada pemisahan tugas dan kewenangan yang disebut dengan diferensiasi fungsi, dimana Jaksa dalam konstitusi RI diberikan kewenangannya adalah melakukan penuntutan, walaupun kemudian ada diberikan juga kewenangan lain berdasarkan UU, tapi kewenangan lain ini tidak boleh bertabrakan dengan kewenangan lembaga negara yang lain.
“Polri juga kewenangannya diatur di dalam UUD 45, dalam ketentuan pasal 30 ayat 4 diatur Polri adalah alat negara yang bertugas melakukan perlindungan, pelayanan dan pengayoman serta penegakan hukum. Nah di dalam penegakan hukum ini sudah jelas berdasarkan KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981, tugas kepolisian adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan,” ujar Sugeng.
Sugeng menegaskan, konstitusi sudah memberikan satu pembedaan atau pemisahan tugas, Polisi berdasarkan pasal 30 ayat 4 UUD 45 melakukan penegakan hukum dalam hal ini adalah penyelidikan dan penyidikan, sedangkan Kejaksaan berdasarkan pasal 23 UUD 45 diberikan kewenangan untuk mewakili negara atau mewakili masyarakat umum dalam melakukan penuntutan di pengadilan.
“Jadi kita kembali kepada prinsip-prinsip dasar itu,” katanya.