JAKARTA – Pemprov Daerah Khusus Jakarta tengah menghadapi permasalahan penunggakan para penyewa rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang mencapai hampir satu miliar rupiah. Pemprov pun akan menindak tegas terhadap penghuni rusunawa yang menunggak iuran.
Penjabat (Pj) Gubernur DKJ, Teguh Setyabudi meminta Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) untuk menagih para penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang menunggak bayaran.
Pasalnya, hingga 31 Januari 2025 jumlah tunggakan tercatat sangat besar yakni berkisar Rp 95 miliar.
Tunggakan sewa tersebut bukan hanya terjadi pada rusunawa terprogram yakni penghuni dari proyek gusuran, melainkan juga merambah di rusunawa umum yang mana sebagian besar dihuni kalangan pekerja.
“Kalau tunggakan sebesar itu tidak segera diselesaikan, maka penghuni makin berat, karena terkena sanksi denda atau bunga. Jadi, harus ditertibkan,” kata Teguh seperti dikutip Holopis, Jumat (7/2).
Sekretaris Dinas PRKP Jakarta, Meli Budiastuti membenarkan adanya tunggakan sewa mencapai Rp 95 miliar baik dari kategori umum maupun terprogram per 31 Januari 2024.
“Tunggakan ini merupakan akumulasi dalam waktu beberapa tahun terakhir. Bahkan, ada penghuni yang menunggak hingga 58 bulan atau lebih atau sekitar 5 tahun,” kata Meli.
Untuk itu, pihaknya akan menagih tunggakan tersebut dan siap menjatuhkan sanksi mulai dari teguran hingga pengusiran dari hunian.
Sebelumnya, pihaknya sudah beberapa kali berupaya menegakkan aturan dengan meminta pengosongan tempat terutama kepada penghuni yang menunggak terlalu besar. Namun mereka mengadu kepada DPRD sehingga upaya penegakan jadi gagal. Penunggakan mencakup warga kategori penghuni rusunawa terprogram dan kategori umum.
Pada warga terprogram, tunggakan tercatat pada 7.615 unit dengan total tunggakan Rp 54,9 miliar dengan rincian tunggakan sewa hunian Rp 27 miliar, denda sewa Rp 9,3 miliar, listrik Rp 567 juta, dan air Rp18 miliar. Pada kategori umum, tunggakan di 9.416 unit sebesar Rp 40,5 miliar yang terdiri dari tunggakan sewa hunian Rp 28,2 miliar, denda sewa Rp 4,9 miliar, listrik Rp 98,1 juta, dan air Rp 7,22 miliar.
Meli menegaskan sesuai aturan, penghuni yang menunggak akan terkena sanksi administratif, mulai dari teguran, peringatan, penyegelan, hingga pengosongan secara paksa.
Namun, Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) DPRKP Jakarta sulit mengeksekusi pengosongan paksa kepada penghuni yang menunggak.
“Pada saat mereka sudah dapat surat untuk mengosongkan secara paksa, kadang-kadang ke anggota dewan dan mereka pun dibela. Jadi, kami tidak bisa menerapkan itu,” tambahnya.
Dengan begitu, Pemprov DKJ akan melihat kemampuan ekonomi para penunggak rusunawa dengan mengacu data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Jika dianggap masih tergolong mampu, mereka akan dipaksa untuk mengosongkan hunian ketika tak kunjung melunasi tunggakan.
Sejumlah warga yang mengontrak rumah milik masyarakat merasa cemburu atas perlakuan pemerintah yang kurang tegas menegakkan aturan sewa rusunawa.
“Mereka mendapat hunian nyaman dengan tarif sewa sangat murah, tapi masih menunggak juga. Bahkan konyolnya menunggak biaya listrik dan air sampai bertahun-tahun tidak ditindak. Padahal, kalau kami telat bayar listrik sehari saja sudah diputus,” ujar Haryono yang mengontrak rumah petak di kawasan Pademangan, Jakarta Utara.
Ia meminta kepada DPRD jangan membela warga yang melanggar.
“Masih banyak warga miskin yang didzalimi orang kuat, itu yang perlu dibela. Bukan orang miskin yang melanggar,” tutupnya.