Ekonomi Jateng Tetap Ngebut Meski Anggaran TKD Dipangkas
HOLOPIS.COM, SEMARANG - Menjelang akhir 2025, kinerja ekonomi Provinsi Jawa Tengah (Jateng) menunjukkan sinyal positif di tengah tantangan fiskal nasional. Meski pemerintah pusat melakukan pemangkasan anggaran Transfer ke Daerah (TKD), pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah justru mampu melaju di atas rata-rata nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Rabu, 5 November 2025, pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah pada Triwulan III 2025 tercatat sebesar 5,37 persen secara year on year (YoY). Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di level 5,04 persen.
Menurut BPS Jateng, struktur perekonomian Jawa Tengah masih ditopang oleh sejumlah sektor utama. Industri pengolahan menjadi kontributor terbesar dengan andil 33,43 persen, disusul sektor perdagangan sebesar 13,44 persen, pertanian 12,88 persen, serta konstruksi sebesar 11,82 persen.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama perekonomian Jawa Tengah dengan kontribusi mencapai 60,64 persen. Kondisi ini mencerminkan daya beli masyarakat yang relatif terjaga di tengah dinamika ekonomi nasional dan global.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menilai capaian tersebut merupakan hasil kerja kolaboratif lintas sektor. Menurutnya, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, serta berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Ini merupakan hasil perencanaan dan kerja kolaborasi dari seluruh stakeholder, termasuk dengan pemerintah pusat, kabupaten/ kota, dan Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah,” kata Ahmad Luthfi dalam keterangannya, dikutip Holopis.com, Jumat (26/12/2025).
Pertumbuhan ekonomi yang solid turut berdampak pada meningkatnya realisasi investasi di Jawa Tengah. Data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah mencatat, sepanjang Januari hingga September 2025, realisasi investasi mencapai Rp66,13 triliun.
Capaian investasi tersebut juga diikuti dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 326.462 orang, menjadikan Jawa Tengah sebagai provinsi dengan serapan tenaga kerja tertinggi kedua di Pulau Jawa.
Ahmad Luthfi menegaskan bahwa investasi memiliki peran krusial dalam pembangunan daerah. Ia menyebut, ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
“Membangun suatu daerah itu tidak bisa mengandalkan APBD atau Pendapatan Asli Daerah (PAD), itu hanya 15%. Sedangkan 85% adalah investasi yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Oleh karena itu, Provinsi Jawa Tengah mengedepankan collaborative government(pemerintahan kolaboratif),” ujar Ahmad Luthfi.
Selain mendorong investasi, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga berkomitmen menjaga kepastian dan kenyamanan berusaha. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan kolaborasi dengan pelaku industri, penyediaan layanan perizinan yang cepat, transparan, dan berbasis digital, serta pengembangan sumber daya manusia yang kompeten.
Berbagai capaian tersebut turut berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data BPS Jawa Tengah, persentase penduduk miskin di provinsi ini turun dari 9,58 persen pada September 2024 menjadi 9,48 persen pada Maret 2025, atau menurun sebesar 0,10 persen.
Di tengah keterbatasan fiskal akibat pemangkasan anggaran pusat, kinerja ekonomi Jawa Tengah sepanjang 2025 menunjukkan daya tahan dan kemampuan adaptasi daerah. Capaian ini menjadi modal penting bagi pemerintah provinsi dalam menyongsong tahun 2026 dengan optimisme pertumbuhan yang berkelanjutan.