Gus Yahya Ingin Islah, Ajak Kiai Miftah Susun Muktamar Demi Kebaikan NU
HOLOPIS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) definitif, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyatakan bahwa dirinya tidak akan menerima dan mengamini apa pun hasil dari musyawarah hingga rapat pleno yang dilakukan oleh kubu KH Miftachul Akhyar bersama dengan sejumlah pihak, termasuk Prof Muhammad Nuh di dalamnya.
Hal ini ditegaskan Gus Yahya karena seluruh rangkaian manuver yang dilakukan pihak Rais Aam PBNU tersebut tidak memiliki dasar dan aturan hukum yang jelas, khususnya aturan di dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
"Keputusan Rapat Syuriah di Hotel Aston pada 20 November 2025 dan seluruh keputusan turunannya, hingga klaim penetapan pejabat ketua umum adalah tindakan yang tidak memiliki dasar bahkan bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau AD/RT dan dengan sendirinya batal demi hukum," kata Gus Yahya dalam konferensi persnya di gedung PBNU, Jl. Kramat Raya Nomor 164, Kenari, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (24/12/2025).
Oleh sebab itu, berdasarkan hasil rapat yang berujung pada klaim pemecatan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU, hingga berujung rapat pleno penetapan Pj Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa di Hotel Sultan beberapa waktu yang lalu, dirinya dengan tegas tidak akan patuh.
"Saya menolak keputusan tersebut dan seluruh produk turunannya. Bukan karena kepentingan pribadi melainkan demi menjaga marwah dan tatanan organisasi yang diwariskan dari para muassis (pendiri NU -red)," tegasnya.
Ketimbang melanjutkan drama yang tidak konstitusional tersebut, Gus Yahya memilih untuk merangkul dan mengajak kepada semua pihak untuk bersatu padu dan kembali merawat ukhuwah organisasi demi kemaslahatan semua pihak.
"Saya mengajak semua pihak untuk saling memaafkan dan membuka lembaran baru dengan semangat persaudaraan atau ukhuwah," serunya.
Langkah yang dapat diambil adalah dengan mengusung dan mempersiapkan proses muktamar yang menjadi satu-satunya sarana yang paling konstitusional menurut aturan AD/ART organisasi PBNU, untuk mengakhiri dinamika yang telah membuat gaduh banyak kalangan tersebut.
"Mari kita bersama-sama dalam semangat musyawarah menyiapkan Muktamar yang legimated dan sesuai dengan AD/ART Nahdlaltul Ulama, sebagai jalan keluar yang terhormat dan konstitusional untuk menyelesaikan semua persoalan dan membawa NU melangkah ke masa depan yang lebih baik," tutur Gus Yahya.
Karena baginya, islah adalah satu-satunya spektrum yang paling baik untuk menyudahi polemik dan kegaduhan di tubuh PBNU saat ini. Dan dirinya adalah orang yang sangat menginginkan itu, bahkan sejak pertama kali konflik antara dirinya dan Rais Aam PBNU muncul ke permukaan.
"Sebagaimana juga telah saya tegaskan dalam kesempatan musyawarah di Pondok Pesantren Lirboyo yang lalu, bahwa sejak awal sejak detik pertama, saya menginginkan islah, saya menyerukan islah," terangnya.
Namun ia tetap menggarisbawahi, jika islah yang ia maksud adalah upaya yang jernih, bukan agenda settingan yang memang merumuskan perpecahan. Di mana semua mau meletakkan ego masing-masing untuk merajut persatuan an kesatuan sesuai dengan aturan main dan tatanan organisasi yang telah disepakati bersama.
"Islah yang saya maksudkan adalah islah yang saya katakan binaan alal haq, islah yang dibangun di atas kebenaran, di atas prinsip-prinsip tatanan organisasi yang benar, bukan islah binaan alal bathil, bukan islah yang dibuat atas dasar kebatilan atau hal-hal yang tidak benar, baik menurut standar norma etika aturan universal maupun menurut tatanan AD/ART," jelas Gus Yahya.
Sementara terkait dengan masalah pribadi yang muncul di balik pelemik ini, Gus Yahya pun mengajak semua pihak termasuk Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar untuk bisa saling memaafkan satu sama lainnya.
"Adapun di luar luar itu, kita saling memaafkan, mari kita kembali pada persaudaraan di atas semua. Untuk selanjutnya kita menyiapkan muktamar bersama-sama," paparnya.
Sebab dengan muktamar, ia dan kiai Miftah akan memberikan kesempatan kepada seluruh pihak yang memiliki hak suara untuk menentukan keputusan mereka, ke mana arah organisasi akan dibawa. Sebab kata Gus Yahya, perwakilan pengurus wilayah, hingga pengurus cabang baik di Indonesia maupun di luar negeri (PCI atau Pengurus Cabang Istimewa) adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk menentukan arah organisasi sesuai aturan main yang berlaku.
"Ini adalah jalan yang baik dan juga jalan satu-satunya yang sungguh bermartabat dan konstitusional, sungguh menjamin organisasi persaudaraan di antara kita semua maupun keutuhan tatanan," pungkasnya.