HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Supardi mengungkapkan sejumlah celah permasalahan klasik dalam pengelolaan PNBP.
Hal itu disampaikan Supardi dalam Foccus Group Discussion dalam rangka peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2025.
Dalam FGD yang membahas pemaksimalan penerimaan PNBP tersebut, Supardi menyampaikan bahwa PNBP merupakan komponen strategis dalam struktur pendapatan negara.
Menurutnya, di tengah tantangan ekonomi global dan tuntutan efisiensi fiskal, pengelolaan PNBP yang akuntabel, transparan, dan sesuai ketentuan hukum menjadi kunci dalam menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta mendukung pembangunan nasional.
Supardi juga tidak menampik sejumlah permasalahan klasik dalam pengelolaan PNBP, antara lain ketidaktertiban administrasi, piutang negara yang tidak tertagih, rendahnya kepatuhan pelaku usaha, penyimpangan dalam penetapan maupun pemungutan tarif, hingga potensi kebocoran penerimaan negara.
”Kondisi tersebut perlu ditangani secara komprehensif melalui penguatan sinergi lintas sektor,” kata Supardi dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com.
Ia menjelaskan, Kejaksaan memiliki peran strategis dalam penguatan PNBP sesuai kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan. Melalui bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun), Kejaksaan memberikan pendapat hukum serta pendampingan hukum kepada kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta BUMN dan BUMD guna memastikan pengelolaan PNBP berjalan sesuai regulasi.
”Selain itu, Kejaksaan juga memberikan bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi dalam rangka penyelamatan dan pemulihan keuangan negara, termasuk penagihan piutang negara,” ujarnya.
Pada bidang intelijen, Kejaksaan berperan melakukan deteksi dini dan peringatan awal terhadap potensi kerawanan, mulai dari perizinan, pemanfaatan sumber daya alam, hingga pungutan retribusi, serta memperkuat sinergi pengawasan terhadap pola-pola penyimpangan baru.
Sementara itu, melalui bidang pidana khusus, Kejaksaan melakukan penegakan hukum represif terhadap tindak pidana korupsi yang merugikan atau berpotensi merugikan PNBP dengan menerapkan prinsip zero tolerance, khususnya pada sektor-sektor strategis penyumbang PNBP seperti kepelabuhanan, perhubungan, kehutanan, minerba, dan pelayanan publik.
Supardi kemudian menegaskan komitmennya untuk mengedepankan pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam pengelolaan PNBP, antara lain melalui penguatan ketertiban administrasi dan kontrak, transparansi dan standarisasi tarif PNBP, identifikasi dini daerah rawan penyimpangan, serta penguatan pengawasan internal dan kepatuhan.
Melalui FGD tersebut, mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung tersebut berharap terbangun ruang dialog konstruktif untuk menyamakan pemahaman, berbagi pengalaman, dan merumuskan rekomendasi konkret guna menutup celah penyimpangan PNBP, khususnya di sektor jasa kepelabuhanan.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat dan mengajak peserta memanfaatkan jejaring yang telah terbangun dengan Kejaksaan sebagai bagian dari upaya pencegahan.
“Kita harus menjaga diri. Kita sudah saling mengenal dan berkordinasi antar stakeholder. Manfaatkan itu dalam upaya pencegahan agar setiap langkah ke depan dapat dijalankan tanpa keraguan,” pungkasnya.



