HOLOPIS.COM, BALI – Di tengah hiruk-pikuknya citra pariwisata yang damai, Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan imbauan keras yang menyentuh isu sensitif praktik pemeliharaan Monyet Ekor Panjang (MEP) sebagai hewan peliharaan pribadi.
Imbauan ini didasarkan pada fakta bahwa satwa liar yang satu ini membawa risiko serius bagi kesehatan publik dan berpotensi mencoreng wajah internasional Pulau Dewata.
Fokus utama dari imbauan resmi yang dikeluarkan adalah status MEP sebagai Hewan Penular Rabies (HPR) dan pembawa risiko zoonosis, yaitu penularan penyakit dari hewan ke manusia.
Meskipun MEP tidak tergolong satwa yang dilindungi di Indonesia, namun secara global masuk dalam Appendix II CITES, yang mewajibkan pengawasan ketat terhadap perdagangan dan pemanfaatannya demi mencegah kepunahan.
Dokumen imbauan tersebut secara tegas menyatakan bahwa MEP “tidak direkomendasikan sebagai hewan peliharaan” karena potensi bahaya kesehatan yang ditimbulkannya. Sayangnya, sejumlah kasus pemeliharaan MEP yang tidak layak di beberapa wilayah Bali telah terpantau, menciptakan kantung-kantung konflik dan ancaman kesehatan bagi manusia dan lingkungan.
Masalah ini bukan hanya soal kesehatan lokal, tetapi juga citra global. Sebagai destinasi wisata internasional, Bali dituntut mampu menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan satwa. Pemerintah khawatir, pemberitaan media sosial terkait pemeliharaan MEP yang dinilai tidak layak akan cepat viral dan merusak reputasi bangsa di mata dunia.
“Provinsi Bali harus mampu menunjukkan citra sebagai masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap kesejahteraan satwa,” demikian penekanan dari imbauan tersebut, menekankan perlunya standar etika yang tinggi.
imbauan ini juga menyentuh akar permasalahan yang lebih dalam: konflik satwa-manusia yang dipicu oleh over populasi. Kawasan habitat MEP, seperti Hutan Lindung Batukau, Alas Kedaton, dan Uluwatu, dilaporkan telah mengalami kelebihan populasi.
Kondisi ini memaksa MEP untuk meninggalkan habitat alaminya dan mencari makan hingga ke pemukiman masyarakat, yang pada akhirnya meningkatkan frekuensi konflik dengan penduduk lokal.
Oleh karena itu, objek wisata yang menjadikan MEP sebagai daya tarik, seperti Monkey Forest, Alas Kedaton, dan Uluwatu, diwajibkan untuk segera melakukan pengaturan populasi serta interaksi antara satwa dan pengunjung, guna menjamin keselamatan semua pihak.



