Lonjakan Kasus Perceraian, Begini Dampaknya bagi Psikologis Anak
HOLOPIS.COM, JAKARTA – Fenomena perceraian kembali ramai di dunia hiburan. Belakangan ini banyak pasangan selebritis memutuskan berpisah, mulai dari artis sinetron, musisi hingga influencer yang sering menjadi sorotan publik.
Namun dibalik itu semua, terdapat sebuah fakta yang jarang tersorot, yaitu dampak psikologis pada anak dari korban perceraian. Psikolog menyebut, perceraian orang tua memberikan dampak psikologis yang besar, terutama bagi anak usia 7–13 tahun yang sedang berada pada fase ketergantungan emosional terhadap kedua orang tuanya.
Pada usia ini, anak mulai memahami perbedaan situasi keluarga sebelum dan sesudah perceraian, sehingga perubahan tiba-tiba dapat mengguncang kondisi mental mereka. Berikut dampak psikologis yang bisa terjadi pada anak akibat dari perceraian
Dampak Psikologis yang Sering Dialami Anak Saat Orang Tua Bercerai
Menjadi Lebih Pendiam
Sebagian anak merespons perceraian dengan menutup diri. Mereka tampak berkurang kegembiraannya, sering melamun, dan tidak seaktif biasanya. Pikiran mereka dipenuhi kecemasan tentang masa depan dan hubungan dengan kedua orang tua.
Muncul Perilaku Agresif
Tidak semua anak menarik diri. Ada pula yang menunjukkan reaksi sebaliknya: menjadi agresif. Mereka bisa mudah marah, ingin memukul teman, atau sengaja melempar benda sebagai bentuk upaya mencari perhatian karena kehilangan kestabilan emosional di rumah.
Rasa Percaya Diri Menurun
Perceraian juga dapat membuat anak merasa berbeda dari teman-temannya. Mereka merasa memiliki “kekurangan”, sehingga perlahan kehilangan rasa percaya diri. Anak cenderung menarik diri, gugup saat bersosialisasi, atau merasa tidak layak berada di lingkungan tertentu.
Pesimis Terhadap Cinta dan Hubungan
Anak yang menyaksikan perpisahan orang tuanya sejak kecil bisa tumbuh menjadi pribadi yang skeptis terhadap hubungan romantis. Kenangan konflik, kesedihan, dan perpisahan sering terbawa sampai dewasa, membuat mereka ragu dan trauma untuk menjalin hubunga. Bahkan bisa jadi pribadi yang takut akan pernikahan.
Mudah Marah dan Membenci Lingkungan
Sebagian anak mengalihkan rasa kecewa mereka menjadi kemarahan kepada dunia. Mereka bisa menjadi pembuat onar di sekolah, melanggar aturan, atau sengaja mengganggu orang lain. Ini merupakan ekspresi dari luka emosional yang belum terselesaikan.