Namun dalam konteks modern, konflik yang muncul kini lebih sering berupa pertarungan makna dan klaim identitas. Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, dan Sekda Fransiskus Sales Sodo juga melihat bahwa batas antara kepentingan adat dan politik kini makin kabur.
Peran Tokoh Agama dan Penguatan Kohesi Sosial
Tokoh agama turut mencermati potensi konflik tersebut. Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maximus Regus, menilai ketimpangan kapasitas SDM lokal dalam industri pariwisata dapat menimbulkan rasa terpinggirkan.
Untuk memperkuat kohesi sosial, Keuskupan Labuan Bajo menginisiasi Festival Golo Koe sejak 2022. Festival tahunan yang digelar setiap Agustus ini menghadirkan pameran UMKM, karnaval budaya, hingga pentas seni sebagai ruang perayaan kebhinnekaan dan promosi wisata religi.
Keberagaman sebagai Ruang Negosiasi Sosial
Menurut Dr. Shobichatul Aminah, keragaman budaya di Manggarai Barat tidak hanya menghadirkan potensi ketegangan, tetapi juga membuka ruang bagi mekanisme sosial berbasis kearifan lokal.
Konflik yang muncul menggambarkan identitas budaya yang dinamis dan terus dinegosiasikan. Dengan pelibatan lembaga adat, tokoh masyarakat, serta penguatan pendidikan multikultural, Manggarai Barat berpeluang menjadi contoh bagaimana keberagaman dapat memperkuat dialog dan ketahanan sosial bangsa.



