DPR dan BBWS Citarum Sepakat Bangun Sistem Pengendali Banjir Terpadu di Karangligar


Oleh : Amirulloh

HOLOPIS.COM, KARAWANG - Harapan warga Karangligar untuk terbebas dari banjir tahunan mulai menemukan titik terang. Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, turun langsung meninjau lokasi rencana pembangunan pintu air dan sistem pengendali banjir terpadu yang digagas sebagai solusi permanen atas genangan yang telah membayangi warga lebih dari dua dekade.

Kunjungan dilakukan di Desa Parungsari, Kecamatan Telukjambe Barat, pada Kamis (20/11). Dalam kesempatan itu, Saan menegaskan bahwa persoalan banjir yang terus berulang tidak hanya menimbulkan kerugian material bagi masyarakat, tetapi juga mengancam stabilitas produksi pangan nasional, mengingat Karawang adalah salah satu daerah lumbung padi terbesar di Indonesia.

“Sudah dua dekade lebih masyarakat di sini hidup dalam ancaman banjir. Sawah terendam, rumah terendam, panen gagal. Ini tidak boleh terus terjadi,” tegas Saan, seperti dikutip Holopis.com.

Ia menambahkan, pemerintah pusat bersama pemangku kepentingan terkait harus memastikan solusi yang diambil bukan sekadar penanganan sementara, tetapi benar-benar mengakhiri siklus banjir yang selama bertahun-tahun mengganggu kehidupan warga.

Menurut Saan, selama satu tahun terakhir pihaknya bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah melakukan rangkaian kajian teknis dan diskusi intensif.

Dari proses tersebut, disepakati pembangunan sistem pengendali banjir terpadu yang meliputi pemasangan pintu air, pembangunan rumah pompa, hingga normalisasi dua saluran pembuang utama: Cidawolong dan Kedung Hurang.

Kepala BBWS Citarum, Marasi Deon Joubert, yang turut mendampingi kunjungan, memaparkan penyebab utama terjadinya banjir langganan di Karangligar. Selain berada di pertemuan Sungai Cibeet dan Sungai Citarum, wilayah itu mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan.

Tercatat, penurunan mencapai 2 meter dalam periode 2007–2015 dan masih berlangsung dengan laju sekitar 1,1 cm per tahun. Kondisi tersebut diperburuk oleh aliran balik sungai serta tingginya alih fungsi lahan di wilayah hulu.

“Banjir di wilayah ini bukan hanya soal curah hujan tinggi. Ada faktor geomorfologi dan tata ruang yang sudah berubah sejak lama,” kata Joubert.

Ia mengingatkan bahwa banjir besar pada Maret 2025 menjadi salah satu yang paling parah dalam sejarah wilayah tersebut. Genangan kala itu merendam 160 hektare sawah, menggenangi sekitar 1.700 rumah warga, serta melumpuhkan fasilitas umum seperti masjid dan sekolah.

Sebagai tindak lanjut, BBWS Citarum menyiapkan paket solusi strategis untuk memutus siklus banjir tahunan. Program tersebut meliputi: pemasangan pintu air dan rumah pompa di dua titik aliran balik Sungai Cibeet, normalisasi dan penanggulan saluran Cidawolong dan Kedung Hurang, serta pembangunan tanggul Sungai Cibeet sepanjang total 11,7 kilometer di sisi Karawang dan Bekasi. Seluruh sistem pengendali banjir itu ditargetkan dapat beroperasi pada Juli–Agustus 2026.

“Dengan sistem ini, genangan 160 hektare dapat ditekan drastis menjadi hanya beberapa hektare saja,” ujar Joubert optimistis.

Warga Karangligar kini berharap proyek ini dapat berjalan sesuai rencana, sehingga musim hujan tak lagi menjadi momok bagi ribuan keluarga di wilayah tersebut.

Tampilan Utama