5 Nasihat Abadi Luqman Al-Hakim yang Relevan untuk Muslim Masa Kini
HOLOPIS.COM, JAKARTA - Luqman Al-Hakim dikenal sebagai sosok bijak yang kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an. Walaupun ia bukan nabi maupun rasul, Allah SWT menganugerahkan kepadanya hikmah ilmu, kecerdasan, dan kebijaksanaan yang melampaui zamannya.
Kebijaksanaan itu tergambar jelas ketika Luqman memberikan nasihat kepada putranya, sebagaimana direkam dalam Surah Luqman. Meski ditujukan kepada anaknya, nilai-nilai yang disampaikan justru relevan untuk seluruh umat hingga hari ini, bahkan akan terus berlaku hingga akhir zaman.
Lalu, apa saja pesan penting yang diwariskan Luqman Al-Hakim? Berikut beberapa di antara nasihat-nasihatnya.
Larangan Menyekutukan Allah SWT
Nasihat pertama sekaligus yang paling mendasar bagi setiap Muslim adalah tidak mempersekutukan Allah SWT dengan apa pun.
Syirik merupakan pelanggaran terbesar dalam Islam. Seseorang yang melakukannya keluar dari batas-batas keimanan, dan jika tidak bertaubat, dosanya tidak akan diampuni.
Peringatan ini disampaikan Luqman kepada putranya dalam Surah Luqman ayat 13:
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.”
Nasihat Menyayangi Orang Tua
Nasihat kedua berkaitan dengan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua. Kasih sayang dan pengorbanan mereka sejak kita lahir tidak dapat dibalas dengan apa pun, sehingga Allah memerintahkan umat Islam untuk memuliakan dan menghormati mereka.
Bahkan jika orang tua bersikap tidak baik atau memiliki keyakinan berbeda, seorang anak tetap tidak diperbolehkan membalas keburukan dengan perlakuan yang serupa. Sikap hormat tetap harus dijaga, selama tidak mengikuti perintah yang bertentangan dengan ajaran Allah SWT.
Nasihat ini dijelaskan dalam Surah Luqman ayat 14–15, yang mengingatkan tentang perjuangan ibu dalam mengandung dan menyapih, serta bagaimana bersikap ketika orang tua memaksa untuk menyekutukan Allah.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ ١ وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ وَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ١
Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang biasa kamu kerjakan.
Nasihat Berbuat Kebaikan
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menebarkan kebaikan dan menjauhi segala bentuk keburukan. Jika nilai ini ditinggalkan, kehidupan sosial akan dipenuhi kerusakan.
Meski realitas zaman sekarang menghadirkan banyak tantangan, seorang Muslim tetap dituntut untuk bersabar, teguh pada prinsip kebenaran, dan tidak melupakan kewajibannya, termasuk mendirikan salat.
Adapun nasihat tersebut terdapat dalam Surat Luqman ayat 17 berbunyi:
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
Artinya: Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan.
Larangan Bersikap Sombong
Sombong muncul ketika seseorang merasa lebih baik, lebih berhak, atau lebih mulia daripada orang lain. Dalam Islam, sifat ini termasuk dosa besar, sebab hanya Allah SWT yang berhak atas kesempurnaan dan keagungan.
Memamerkan harta, status, atau pencapaian hanya akan menjauhkan seseorang dari sifat tawadhu' yang diperintahkan agama.
Luqman mengingatkan hal ini melalui Surah Luqman ayat 18:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ
Artinya: Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.
Bersikap Rendah Hati
Kerendahan hati merupakan cerminan karakter mulia. Ia bukan soal melemahkan diri, melainkan kemampuan untuk menjaga sikap meski memiliki kekuatan, kedudukan, atau kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Nilai ini juga sejalan dengan pepatah Sunda, “Kawas paré, beuki kolot beuki nungkul”, semakin berisi, semakin merunduk.
Nasihat Luqman kembali ditegaskan dalam Surah Luqman ayat 19:
وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَۗ اِنَّ اَنْكَرَ الْاَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيْرِࣖ
Artinya: Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
Penulis: Rafli Abdullah Santosa