FSPMI dan KSPI Bakal Geruduk MK Gegara Yamaha


Oleh : Muhammad Ibnu Idris

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Mahkamah Agung (MA) pada tanggal 18 November 2025 besok.

Massa aksi berasal dari wilayah Jabodetabek dan akan menuntut agar MA bersikap adil serta menegakkan hukum perburuhan secara benar dalam kasus dua pengurus serikat pekerja PT Yamaha Music Manufacturing Asia yang diduga mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.

Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz, menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya soal dua orang pekerja, tetapi menyangkut kepastian hukum dan masa depan kebebasan berserikat di Indonesia.

“Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung sudah sangat jelas: dua pekerja tersebut harus dipekerjakan kembali. Tidak ada celah hukum yang membenarkan PHK tersebut, sehingga MA seharusnya menguatkan putusan PHI, bukan mencari justifikasi baru,” tegas Riden.

Tokoh buruh ini pun menolak keras narasi yang sering digunakan dalam sengketa perburuhan bahwa hubungan kerja dianggap disharmonis, sehingga PHK seolah menjadi solusi.

“Jangan memutuskan dengan alasan disharmonis. Perusahaan sudah menyatakan siap mematuhi putusan apa pun dari pengadilan. Yang dibutuhkan adalah keadilan, bukan dalih untuk mem-PHK pengurus serikat,” ujarnya.

Selain memenangkan perkara di PHI Bandung, sejumlah dokumen resmi pemerintah juga menegaskan bahwa tindakan PHK tersebut tidak sesuai hukum. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anjuran Dinas Tenaga Kerja, hingga Rekomendasi Bupati Bekasi sama-sama menyatakan bahwa PHK tidak memiliki dasar dan dua pekerja harus dipekerjakan kembali.

Ketua Umum Serikat Pekerja Elektronik-Elektrik FSPMI, Abdul Bais, menilai bahwa kasus ini mengarah pada praktik union busting dan harus dihentikan.

“Ini soal eksistensi serikat pekerja. Kalau pengurus serikat dapat di-PHK begitu saja, maka ancaman terhadap kebebasan berserikat nyata di depan mata,” kata Bais.

Ia menambahkan bahwa Majelis Hakim MA harus melihat kasus ini sebagai precedent nasional.

“Sudah banyak putusan MA sebelumnya yang memerintahkan pekerja dipekerjakan kembali. Jadi seharusnya tidak ada keraguan untuk memutus sesuai fakta dan hukum,” ucapnya.

Dalam rilis mereka, KSPI menegaskan bahwa kasus ini menjadi bukti perlunya reformulasi aturan PHK dalam rancangan UU Ketenagakerjaan yang baru. PHK tidak boleh menjadi alat intimidasi atau jalan cepat ketika perusahaan menghadapi dinamika hubungan industrial.

PHK harus menjadi jalan terakhir (last resort) setelah seluruh upaya perbaikan hubungan kerja, dialog sosial, negosiasi, dan mediasi ditempuh secara sungguh-sungguh. Aturan hukum harus memastikan perlindungan ekstra bagi pengurus serikat, sehingga tidak ada lagi ruang untuk memanipulasi alasan disharmonis, performa, atau pelanggaran etik yang direkayasa.

"Jika tidak diperketat, maka kasus seperti Yamaha akan terus terulang dan menjadi ancaman serius bagi pekerja di Indonesia," ucap narahubung, Kahar S. Cahyono.

Tampilan Utama
/