RUU KUHAP Melaju ke Paripurna: Ini 14 Perubahan Besar dalam Hukum Acara Pidana


Oleh : Ronalds Petrus Gerson

HOLOPIS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP untuk dibawa ke tahap berikutnya, yaitu pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna. Persetujuan itu disampaikan langsung oleh Ketua Komisi III, Habiburokhman, dalam rapat di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025)..

“Setuju?” tanya Habiburokhman kepada para anggota komisi dan pemerintah, yang langsung dijawab kompak dengan kata “setuju”. Dengan demikian, RUU KUHAP yang telah selesai dibahas siap masuk ke agenda pengambilan keputusan di paripurna DPR RI.

Seluruh fraksi di Komisi III serta perwakilan pemerintah sebelumnya telah menyampaikan pandangan dan persetujuan mereka. RUU ini disusun untuk menjawab tantangan sistem peradilan pidana yang selama ini dinilai kurang transparan, kurang akuntabel, dan belum cukup melindungi hak-hak tersangka, korban, saksi, perempuan, anak, serta penyandang disabilitas.

Habiburokhman menjelaskan bahwa perkembangan teknologi juga membuat banyak aspek penegakan hukum perlu diperbarui. Karena itu, setiap pasal dalam RUU KUHAP baru dirancang agar sesuai dengan kebutuhan zaman namun tetap mengedepankan asas keadilan dan perlindungan HAM.

RUU KUHAP yang baru membawa sejumlah perubahan besar. Beberapa poin pentingnya antara lain penyesuaian hukum acara pidana agar selaras dengan perkembangan nasional dan internasional, serta penerapan nilai restoratif dalam penyelesaian perkara. Tujuannya, hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat bisa dipulihkan secara adil.

Revisi ini juga menegaskan pembagian peran antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan tokoh masyarakat untuk meningkatkan profesionalitas. Di sisi lain, kewenangan aparat penegak hukum diperjelas agar lebih efektif namun tetap terkontrol melalui mekanisme pengadilan.

Hak-hak tersangka, korban, dan saksi turut diperkuat, termasuk hak atas pendampingan advokat serta perlindungan dari intimidasi. RUU ini juga menempatkan peran advokat sebagai bagian penting dalam tiap tahap pemeriksaan, sekaligus mewajibkan negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi pihak yang membutuhkan.

Selain itu, terdapat pengaturan lebih rinci terhadap keadilan restoratif, perlindungan khusus bagi kelompok rentan dan penyandang disabilitas, hingga pembatasan upaya paksa untuk menjamin due process of law.

RUU ini juga memperkenalkan mekanisme baru seperti pengakuan bersalah untuk keringanan hukuman dan penundaan penuntutan bagi korporasi. Pada akhirnya, modernisasi hukum acara pidana ini ditujukan untuk mewujudkan peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.

14 Poin Perubahan dalam RUU KUHAP

  1. Penyesuaian hukum acara pidana agar sesuai dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
  2. Penyesuaian aturan dengan nilai-nilai KUHP baru, yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif untuk memulihkan keadilan dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat.
  3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional, yakni pembagian peran yang proporsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat untuk meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas.
  4. Perbaikan pengaturan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, serta memperkuat koordinasi antar lembaga dalam sistem peradilan pidana.
  5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk hak bantuan hukum, pendampingan advokat, dan jaminan peradilan yang adil serta bebas intimidasi.
  6. Penguatan peran advokat dalam setiap tahap pemeriksaan, termasuk kewajiban negara menyediakan bantuan hukum gratis bagi kelompok tertentu dan perlindungan bagi advokat dalam menjalankan tugas.
  7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) yang dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga persidangan sebagai alternatif penyelesaian perkara.
  8. Perlindungan khusus bagi kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, perempuan, anak, dan lansia, melalui asesmen kebutuhan khusus dan penyediaan fasilitas pemeriksaan yang ramah.
  9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahapan penegakan hukum.
  10. Perbaikan aturan mengenai upaya paksa, termasuk pembatasan waktu, persyaratan penetapan, dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan.
  11. Pengenalan mekanisme hukum baru, seperti pengakuan bersalah (plea agreement) bagi terdakwa kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman, serta perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi.
  12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban pidana korporasi dalam proses hukum acara.
  13. Pengaturan lebih tegas tentang kompetensi, restitusi, dan rehabilitasi sebagai hak korban serta pihak yang dirugikan akibat kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum.
  14. Modernisasi hukum acara pidana, untuk menghadirkan proses peradilan yang cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel sesuai perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Tampilan Utama