HOLOPIS.COM, JAKARTA – Di tengah derasnya arus perubahan zaman, generasi muda yang dikenal dengan sebutan Gen Z kian menjadi sorotan dunia. Lahir dan tumbuh di era digital, generasi ini tidak hanya melek teknologi, tetapi juga memiliki kepekaan tinggi terhadap isu sosial di sekitarnya. Gen Z bahkan kerap disebut sebagai motor penggerak menuju Indonesia Emas 2045.
Namun, pandangan publik terhadap Gen Z tidak selalu positif. Sebagian kalangan menilai generasi ini terlalu sensitif dan manja karena dinilai mudah mengeluh serta enggan bekerja keras. Tapi, apakah benar demikian?
Faktanya, Gen Z bukan sekadar mencari kemudahan, melainkan mengutamakan keseimbangan hidup dan kesehatan mental.
Konsep ini dikenal dengan istilah soft life , gaya hidup yang menekankan ketenangan, stabilitas, dan kualitas hidup, bukan sekadar pencapaian materi.
Dari Hustle Culture ke Soft Life
Gaya hidup ini muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap hustle culture, budaya kerja tanpa henti yang melekat pada generasi sebelumnya. Budaya tersebut menilai kesuksesan dari seberapa sibuk seseorang, bahkan dengan mengorbankan kesehatan fisik dan mental.
Berbeda dari itu, Gen Z hadir dengan paradigma baru. Mereka percaya bahwa kesuksesan tidak harus diukur dari seberapa keras seseorang bekerja, melainkan dari bagaimana proses hidup dijalani dengan seimbang.
Bekerja dengan Ritme Manusiawi
Gen Z memahami bahwa hidup bukan hanya tentang mencapai tujuan, tapi juga tentang menikmati perjalanan. Mereka berusaha menjaga ritme kerja yang manusiawi, menghargai waktu istirahat sebagai bagian dari produktivitas, serta menempatkan kesehatan mental sebagai prioritas utama.
Meski begitu, bukan berarti mereka kehilangan ambisi. Justru, Gen Z tetap berorientasi pada pencapaian, namun tidak tergesa-gesa. Mereka ingin sukses dengan cara yang lebih sadar dan berkelanjutan.
Mengapa Soft Life Penting?



