HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva menegaskan bahwa BRICS merupakan perwujudan nyata semangat Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung 1955, yang menolak dominasi kekuatan besar dunia dan mendorong tatanan global yang adil dan multipolar.
Pernyataan itu disampaikan Lula saat membuka KTT BRICS ke-17 yang digelar di Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Minggu (6/7). Dalam forum ini, Presiden RI Prabowo Subianto hadir untuk pertama kalinya sebagai perwakilan resmi Indonesia sejak menjadi anggota penuh BRICS pada 1 Januari 2025.
“BRICS adalah manifestasi dari gerakan non-blok Bandung. BRICS menghidupi semangat Bandung,” ujar Lula penuh semangat di hadapan para pemimpin negara-negara anggota.
BACA JUGA
- Prabowo Tampil di Barisan Terdepan KTT BRICS 2025, Indonesia Makin Diperhitungkan
- Prabowo Debut di KTT BRICS: Indonesia Siap Jadi Kekuatan Ekonomi Dunia
- Indonesia Bisa Semakin Berwibawa Setelah Gabung dengan Forum BRICS
- Prabowo Gaungkan Semangat Bandung di KTT BRICS 2025: Tegas Tolak Perang dan Standar Ganda
- Sambutan Khusus Presiden Brasil Untuk Prabowo di KTT BRICS 2025
BRICS dan Tantangan Tatanan Dunia
Dalam pidatonya, Lula menyampaikan keprihatinan atas keruntuhan multilateralisme yang menurutnya tengah melanda dunia. Ia mengingatkan bahwa PBB genap berusia 80 tahun pada 26 Juni lalu, namun justru menghadapi krisis kepercayaan global.
“Saat PBB didirikan, itu adalah simbol harapan kolektif dunia. Tapi sekarang kita menyaksikan kehancuran multilateralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya,” katanya.
Presiden Brasil itu juga menyoroti fakta bahwa mayoritas negara anggota BRICS merupakan pendiri PBB, dan sepuluh tahun setelah PBB berdiri, Konferensi Bandung menolak pembagian dunia dalam zona kekuasaan besar dan mendorong sistem internasional multipolar.
“BRICS adalah pewaris gerakan non-blok,” tegas Lula, mengaitkan peran BRICS sebagai kekuatan penyeimbang di tengah geopolitik global yang tidak stabil.
Isu Global Dibahas di KTT BRICS 2025
KTT BRICS tahun ini menjadi momentum penting bagi anggota untuk membahas berbagai isu global, termasuk konflik internasional, reformasi tata kelola global, serta penguatan kerja sama ekonomi dan teknologi. Isu-isu strategis seperti AI governance, aksi iklim, kesehatan global, dan ketahanan pangan juga masuk dalam agenda utama.
Kehadiran Indonesia dalam forum ini menandai era baru diplomasi global, di mana Jakarta siap berperan aktif dalam membentuk dunia yang lebih adil dan setara.
