HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tim penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menggeledah rumah mantan Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting atau Topan Ginting di wilayah Sumatera Utara pada hari ini Rabu 2 Juli 2025. Dari kegiatan itu, tim menemukan dan mengamankan uang senilai Rp 2,8 miliar dan dua pucuk senjata api.
“Dalam penggeledahan tersebut tim mengamankan sejumlah uang senilai sekitar Rp 2,8 miliar dan juga mengamankan dua senjata api,” ucap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com hari ini.
Penggeledahan ini berkaitan dengan dugaan suap Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Terkait temuan dua pucuk senjata api akan oleh KPK dengan pihak kepolisian.
BACA JUGA
- KPK Periksa 8 Saksi Kasus Korupsi Pembangunan Gedung di Pemkab Lamongan
- Kejati dan Polda Sulsel Selidiki Dugaan Korupsi Rp 87 Miliar di UNM
- 4 Tersangka Korupsi Pembangunan Gedung Pemkab Lamongan, Eks GM Brantas Abipraya Salah Satunya
- KPK Geledah Kantor Pemkab Lamongan
- Peringatan BMKG untuk Sumatera Utara: Potensi Hujan Lebat Bisa Memicu Bencana Hidrometeorologi
Sementara temuan uang, kata Budi, akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik. Adapun temuan uang tunai dan ditumpuk dalam brankas berwarna hitam di rumah Topan itu terdiri atas pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu. Pendalaman ke mana uang mengalir akan didalami penyidik untuk mencari keterlibatan pihak lain.
“Tentunya semua akan didalami (perihal temuan uang tersebut). Ataupun uang tersebut nanti akan dialirkan ke mana (akan didalami penyidik). Dan KPK masih akan terus menelusuri terkait dengan bukti-bukti yang nanti juga berada di tempat lainnya. Sehingga KPK masih akan terus melakukan penggeledahan,” kata Budi.
KPK sebelumnya melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Sumatera Utara pada Kamis, 26 Juni. OTT itu terkait dugaan pemberian uang dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
Dalam OTT itu, tim KPK menangkap enam orang dan mengamankan uang tunai senilai Rp 231 juta. Proyek-proyek jalan itu ada di Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumatera Utara.
Kegiatan tangkap tangan pertama, terkait dengan proyek-proyek Pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, yaitu:
1. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – SP. Pal XI Tahun 2023, dengan nilai proyek Rp 56,5 miliar;
2. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI tahun 2024, dengan nilai proyek Rp 17,5 miliar;
3. Rehabilitasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI dan penanganan longsoran tahun 2025;
4. Preservasi Jalan Sp. Kota Pinang – Gunung Tua – Sp. Pal XI tahun 2025.
Sementara kegiatan tangkap tangan kedua, terkait dengan proyek-proyek Pembangunan jalan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN)
Wilayah 1 Sumatera Utara, yaitu:
1. Proyek Pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel, dengan nilai proyek Rp 96 miliar;
2. Proyek Pembangunan Jalan Hutaimbaru- Sipiongot, dengan nilai proyek Rp 61,8 miliar.
“Sehingga total nilai proyek setidaknya sejumlah Rp 231,8 miliar,” ujar Asap.
Dari hasil gelar perkara pasca OTT itu, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Yakni Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gn. Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar (RES); dan PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut, Heliyanto (HEL). KPK juga menjerat dia pihak swasta yakni Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (PT DNG), M. Akhirun Efendi Siregar (KIR); dan Direktur PT Rona Na Mora (PT RN), M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Atas perbuatannya, M. Akhirun Efendi Siregar dan M. Rayhan Dulasmi Pilang yang diduga pihak pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sementara, Topan Obaja Putra Ginting, Rasuli Efendi Siregar dan Heliyanto yang diduga pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
