JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menekankan pentingnya desain infrastruktur di Indonesia yang tahan terhadap guncangan gempa bumi, khususnya potensi gempa megathrust yang bisa terjadi dalam siklus 50 hingga 100 tahun.
Peringatan itu disampaikan AHY usai mendengarkan paparan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati yang menjelaskan potensi risiko gempa besar di masa depan. Ia menyebut Indonesia harus bersikap antisipatif dan segera mempersiapkan mitigasi risiko bencana.
“Kalau saya mendengarkan paparan dari BMKG, wah ngeri kita, megathrust ini siklusnya bisa 50-100 tahun, dan kita harus benar benar mengantisipasinya,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Minggu (18/5).
Menurut AHY, pembangunan ke depan harus menjadikan aspek ketahanan bencana sebagai prasyarat mutlak. Ia menegaskan bahwa bangunan di Indonesia tidak boleh lagi dibangun asal-asalan tanpa mempertimbangkan kekuatan menghadapi guncangan seismik besar.
“Karena kalau ada pergeseran lempengan sampai sekian skala richter, kita semua harus bersiap, jangan sampai kita membiarkan ada yang menjadi korban. Bangunan kita harus punya daya tahan, jangan sampai cepat roboh ketika dihantam gempa bumi,” katanya.
BMKG sebelumnya menjelaskan bahwa Pulau Jawa berada di zona rawan gempa karena terletak di pertemuan dua lempeng tektonik besar: Eurasia dan Indo-Australia. Kedua lempeng ini saling bertemu di Zona Subduksi, yaitu patahan besar yang menjadi sumber terjadinya gempa megathrust—jenis gempa yang terjadi di kedalaman kurang dari 50 km dan mampu memicu tsunami dahsyat.
Meski demikian, BMKG menegaskan bahwa megathrust bukan merupakan peringatan dini, melainkan informasi potensi jangka panjang. Informasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan mencegah dampak sosial-ekonomi serta jatuhnya korban jiwa jika gempa benar-benar terjadi di masa mendatang.



