HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Pusat Kerukanan Umat Beragama Kemenag RI, Muhammad Adib Abdushomad mengatakan bahwa bulan suci Ramadan adalah momentum yang baik untuk melaksanakan latihan penguatan spiritual dan kesalehan. Baik kesalehan dalam beragama maupun kesalehan dalam bermuamalat atau bersosial.
Apalagi suasana kebersamaan dalam bulan suci Ramadan 1446 H tahun ini sangat terasa dengan bersamanya awal Ramadan maupun awal Syawal berdasarkan hasil pengumuman rukyatul hilal dan sidang isbat yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama.
“Kita semua telah menyaksikan bahwa pada 2025 ini penentuan awal Ramadan dan awal Syawal sangat merefleksikan suasana kebersamaan yang dirangkum dalam sidang Istbat Kemenag RI,” kata Adib dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Holopis.com, Minggu (30/3/2025).
BACA JUGA
- Menag Wariskan Fondasi Kuat untuk Penyelenggaraan Haji Lebih Baik
- Haji 2025 Resmi Ditutup, Menag Klaim Penyelenggaraan Berjalan Sukses
- 40 Jemaah Haji Masih Dirawat di Saudi, Keluarga Bisa Hubungi Nomor KUH Ini
- Kemenag Punya Pedoman Hitung Kebutuhan Penyuluh Agama
- Indonesia Cocok Jadi Pusat Peradaban Islam Baru
Dalam menyambut momentum Hari Raya Idulfitri 1446 H ini, Abdi mengajak seluruh elemen umat Islam khususnya untuk bersama-sama merefleksikan diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak hanya untuk kebaikan diri sendiri, akan tetapi kepada orang lain sesama manusia.
“Peringatan Idulfitri itu sendiri mengandung makna secara filosofis untuk kembali ke fitrah kemanusiaan, yaitu kesucian jiwa dan keterhubungan sosial yang harmonis,” ujarnya.
Oleh sebab itu, penguatan keimamanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta kasih sayang dan meningkatkan harmonisasi dengan sesama manusia juga menjadi aspek penting apakah Ramadan ini umat Islam menjadi “wisudawan” terbaik atau tidak.
“Dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia, semangat Idulfitri semestinya menjadi jalan untuk memperkuat kerukunan dan meneguhkan komitmen kebangsaan. Namun demikian, tantangan kerukunan sosial yang terus mengemuka, baik dalam bentuk polarisasi politik maupun gesekan antarkelompok, menjadi ironi yang harus dikritisi,” tuturnya.
Terakhir, ia juga mengajak semua entitas bangsa Indonesia khususnya umat Islam untuk menjadikan Lebaran 2025 sebagai puntu pembuka kebersamaan dalam kohesi sosial, sekaligus meningkatkan rasa gotong royong dalam membanguna bangsa dan negara yang lebih baik secara kolektif.
Hal itu dapat terwujud jika seluruh elemen bangsa Indonesia semakin rukun dan guyub, tidak ada lagi perpecahan dan perbedaan yang bisa mengganggu harmonisasi kebangsaan yang ada.
“Hal ini sesuai dengan akar kata Islam yakni Aslama-yuslimu-Islaaman yang tidak saja ‘damai’, akan tetapi membawa kedamaian. Oleh karena itu setiap individu umat Islam, apalagi setelah kembali Fitri, di dalam dirinya harus dapat menebarkan energi kedamaian bagi sesama,” pungkasnya.
