Senin, 27 Jan 2025
Senin, 27 Januari 2025
Holopis.comDaerahSulselPolemik Kapling Laut Terjadi di Makassar

Polemik Kapling Laut Terjadi di Makassar

MAKASSAR – Kasus kapling laut kembali menjadi sorotan masyarakat, kali ini terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan. Polemik bermula dari terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT DG pada 2015 di kawasan reklamasi Jalan Metro Tanjung Bunga.

Sertifikat yang dimiliki grup perusahaan itu menjadi perbincangan karena saat terbit, kontur kawasan tersebut masih berupa laut.

Dapatkan Hosting Murah di JagoanHosting

Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Makassar, Ahmad Yusran, menyebut bahwa SHGB yang diterbitkan pada 2015 tersebut berpotensi melanggar aturan.

“SHGB itu terbit sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan pada 2022. Padahal, sesuai aturan, SHGB diperuntukkan atas tanah, bukan perairan,” ungkap Yusran, dikutip, Minggu (26/1).

Melalui aplikasi Google Earth, ditemukan bahwa area tersebut pada 2015 sebagian besar masih berupa laut dengan pola menyerupai pematang sawah. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa sertifikat dikeluarkan tanpa dasar yang sesuai.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar menolak mengungkapkan siapa pemilik SHGB di atas lahan seluas 23 hektar tersebut dengan alasan informasi terbatas.

Kasi Sengketa BPN Makassar, Andrey Saputra, menyatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar memilih untuk tidak mempublikasikan informasi terkait pemilik SHGB tersebut.

“Kami hanya bisa memastikan bahwa sertifikat itu ada. Tapi mengenai pemiliknya dan waktu penerbitannya, mohon maaf, tidak bisa kami sampaikan karena terkait hak perorangan,” ujar Andrey.

Ia juga menegaskan bahwa sertifikat SHGB hanya dapat diterbitkan jika pemohon telah memenuhi semua persyaratan yang ditentukan.

“Kami hanya bekerja berdasarkan dokumen yang sudah ada. Untuk alas hak dan pengukuran awal, itu ranah dinas terkait,” bebernya.

Kapling ini mengundang banyak pertanyaan terkait proses penerbitan sertifikat di kawasan yang saat itu masih berupa laut.

Menurut Andrey, sebelum sertifikat diterbitkan, pemohon harus menyertakan alas hak yang menjadi dasar pengajuan.

Namun, ia mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui pasti jumlah sertifikat yang telah diterbitkan di atas laut sejak 2015 hingga 2024.

“Kami melakukan pengukuran berdasarkan koordinat yang diajukan. Setelah semua syarat dipenuhi, barulah sertifikat diterbitkan,” jelasnya.

- Advertisement -
Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Berita Prabowo Subianto

BERITA TERBARU

Viral