Senin, 27 Jan 2025
Senin, 27 Januari 2025
Holopis.comIslampadHukum Islam Tentang Alkohol: Najis atau Tidak?

Hukum Islam Tentang Alkohol: Najis atau Tidak?

JAKARTA – Persoalan alkohol kerap menjadi topik pembahasan di kalangan umat Islam, khususnya terkait status hukumnya dalam syariat.

Para ulama sepakat bahwa khamr, termasuk minuman keras yang mengandung alkohol, adalah haram.

Namun, muncul perbedaan pandangan terkait apakah alkohol dikategorikan sebagai najis maknawi (abstrak) atau najis lidzatihi (secara fisik).

Pengertian Alkohol

Istilah “alkohol” berasal dari bahasa Arab al-kuhl atau al-kuhul yang berarti “saripati”. Dalam bahasa Inggris, istilah ini dikenal sebagai alcohol, merujuk pada cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, dan mudah terbakar.

Alkohol banyak digunakan dalam berbagai bidang, seperti industri, pengobatan, parfum, dan sebagai bahan dasar minuman memabukkan.

Proses pembuatannya melibatkan fermentasi, destilasi, atau metode industri dengan bahan seperti melase, gula tebu, atau sari buah.

Alkohol dalam Al-Qur’an

Larangan terkait khamr ditegaskan dalam Al-Qur’an. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 219, Allah SWT berfirman:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.’”

Selanjutnya, Surah Al-Maidah ayat 90-91 mengategorikan khamr sebagai rijs (najis) dan menyebut dampaknya dalam kehidupan sosial:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa yang dianggap najis bukanlah zat fisik khamr, melainkan perilaku meminumnya yang menyebabkan mabuk. Mabuk dianggap merusak akal sehat, memicu permusuhan, dan menghalangi seseorang dari ibadah.

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr adalah haram.” (HR. Bukhari).

Pandangan Muhammadiyah Tentang Alkohol

Menurut Muhammadiyah, alkohol tidak otomatis identik dengan khamr, karena tidak semua alkohol digunakan sebagai minuman memabukkan. Alkohol memiliki manfaat luas, seperti dalam bidang pengobatan, parfum, dan industri.

Dengan demikian, keharaman alkohol bergantung pada penggunaannya. Jika alkohol digunakan dalam cara yang memabukkan, maka hukumnya haram. Namun, jika digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat dan tidak memabukkan, maka tidak haram.

Kaidah fikih juga menegaskan: “Setiap yang najis itu haram, tetapi tidak semua yang haram itu najis.”

Fatwa Muhammadiyah yang dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah edisi No. 13 tahun 2005 menegaskan bahwa Surah Al-Maidah ayat 90 tidak menganggap khamr sebagai najis secara fisik, melainkan perilaku meminumnya yang najis secara maknawi.

Hal ini sama seperti berhala, yang dianggap najis karena perbuatan menyembahnya, bukan karena zat batu yang menjadi bahannya.

Alkohol: Najis Maknawi atau Tidak?

Berdasarkan pandangan Muhammadiyah, alkohol dikategorikan sebagai najis maknawi, bukan najis lidzatihi. Artinya, zat alkohol itu sendiri tidak dianggap najis, namun penggunaannya secara memabukkan menjadikannya haram.

Alkohol yang dimanfaatkan untuk tujuan yang tidak memabukkan, seperti untuk pengobatan atau parfum, diperbolehkan dalam Islam.

Dengan demikian, hukum Islam tentang alkohol sangat bergantung pada cara penggunaannya. Prinsip kehati-hatian tetap perlu diterapkan agar penggunaannya tidak melanggar syariat.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Berita Prabowo Subianto

BERITA TERBARU

Viral