JAKARTA – Dalam 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, Program Asta Cita menjadi sorotan utama dalam upaya memberantas mafia tanah yang semakin merajalela.
Pendiri TIKAM (Titik Kumpul Advokat Muda), Febriditya Ramdhan, S.H., menegaskan bahwa tindakan mafia tanah adalah bentuk korupsi yang menjadi musuh besar bagi pemerintahan saat ini.
Dalam penelusuran TIKAM dilapangan, sangat banyak ditemukan duplikasi sertifikat dan penyerobotan tanah yang sengaja dilakukan oleh Mafia Tanah.
Baca juga :
Bersama Misbahul Anwar Harahap, S.H., dari kantor pengacara Hanasti & Rekan mengungkapkan bahwa, kerap kali berhadapan dengan mafia tanah yang melakukan ‘perampokan’ tanah tanpa memandang besar kecilnya luas tanah tersebut.
Kasus-kasus yang mereka tangani bervariasi, mulai dari tanah seluas 410 m² di Cilandak, Jakarta Selatan, hingga tanah seluas 14.000 m² di Cirendeu, Tangerang Selatan.
Di Cirendeu, terjadi penggusuran paksa tanpa putusan pengadilan akibat tindakan Lurah Cirendeu yang menghapus catatan
kepemilikan tanah desa, sehingga tanah tersebut seolah menjadi milik salah satu PT yang terlibat dalam praktik kejahatan tanah.
“di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, banyak rakyat yang menjadi korban mafia tanah,” ujar Adit dalam keterangan yang diterima Holopis.com, Minggu (26/1).
“Kasus mafia tanah yang terjadi di tengah masyarakat merupakan problem nasional yang cukup memprihatinkan dan meresahkan. Mengingat dampak kerugian yang ditimbulkan sangat besar,” sambungnya.
Ia berharap Program Asta Cita yang digagas Prabowo-Gibran dapat menjadi solusi keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan mereka.
Adit juga menegaskan pentingnya kerjasama semua pihak dalam mengatasi permasalahan pertanahan ini, agar praktik mafia tanah dapat diminimalisir. Ia berharap 100 hari kerja Prabowo-Gibran dapat mewujudkan cita-cita Undang-Undang Pokok Agraria dan mengakhiri praktik kejahatan tanah.
Sebagai penutup, Adit menyampaikan belasungkawa terhadap rekan sejawatnya, Rudi S. Gani, yang meninggal dunia akibat ditembak orang tak dikenal di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, yang diduga dilakukan oleh pihak lawannya dalam sengketa tanah.