Jumat, 24 Januari 2025
Holopis.comHistoryMengenang Perjuangan Jenderal Soedirman, Seorang Panglima Besar TNI

Mengenang Perjuangan Jenderal Soedirman, Seorang Panglima Besar TNI

JAKARTA – Sosok Soedirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Ayahnya bernama Karsid Kartawiraji merupakan seorang karyawan di pabrik gula Kalibagor Banyumas dan ibunya bernama Siyem yang merupakan keturunan dari Wedana Rembang.

Waktu kecil Soedirman tak tinggal bersama kedua orang tuanya. Soedirman diasuh oleh seorang camat yang bernama Raden Cokrosunaryo.

Saat berusia 7 tahun, Soedirman mendaftar sekolah di sekolah  pribumi yaitu Hollandsch Inlandshe School, lalu pada tahun ketujuh Soedirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa. Setahun setelahnya, Soedirman pindah sekolah lagi ke Sekolah Menengah Wirotomo, perpindahan tersebut karena Sekolah Taman Siswa ditutup oleh Orgonansi Sekolah Liar akibat dari tak terdaftar dengan nama sekolah tersebut.

Kemudian Soedirman melanjutkan pendidikannya di HIK Muhammadiyah Solo, tetapi tidak sampai tamat. Selama bersekolah, Soedirman turun serta dalam kegiatan Pramuka Hizbul Wathan.

Tahun 1936, Soedirman menikahi seorang wanita bernama Alfiah, dimana wanita ini merupakan teman sekolah dan juga seorang putri pengusaha batik kaya bernama Raden Sastroatmojo.

Setelah Soedirman menikah, mereka tinggal ditempat pihak wanita di Cilacap, tujuannya agar bisa menabung untuk membangun rumah sendiri.

Dalam pernikahan bersama Alfiah, Soedirman dikaruniai tiga orang putra, yakni Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, dan juga Taufik Effendi. Tak hanya tiga orang putra, Soedirman juga dikaruniai empat orang putri, yaitu Didi Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, dan juga Titi Wahjuti Satyaningrum.

Ditahun yang sama, Soedirman juga mengabdikan dirinya menjadi seorang guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan menjadi seorang pemandu di organisasi Pramuka Hizbul Wathan.

Saat menjadi guru, Soedirman mengajar pelajaran moral, sebagai contoh kehidupan yang moral Soedirman memberikan kehidupan para rasul dan juga kisah wayang tradisional. Dan saat itu juga Soedirman di gaji dengan jumlah yang kecil, namun Soedirman tetap giat dalam mengajar.

Dengan ketekunan dan juga giatnya, Soedirman diangkat sebagai kepala sekolah, walaupun tanpa ijazah profesi guru. Saat mengajarpun, Soedriman sangat disegani oleh masyarakat.

Pada zaman penjajahan Jepang (1944), Soedirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, karena Soedirman sangat berpengaruh terhadap masyarakat, ia langsung dijadikan sebagai komandan (daidanco) dan dilatih bersama orang lain yang pangkatnya juga sama.

Setelah Indonesia merdeka dari Jepang, Soedirman berhasil mengambil alih persenjataan pasukan Jepang di Banyumas. Kemudian Soedirman Menyelesaikan pendidikannya, lalu ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya.

Tahun 1945 Indonesia mengikrarkan proklamasi, saat itu juga Jenderal Soedriman melarikan diri ke Jakarta untuk menemui Presiden Soekarno. Setelah menemui, Soedirman diberi tugas untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas.

Soedirman diangkat menjadi Panglima Divisi V Banyumas sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk. Pada 12 November 1945, Soedirman terpilih menjadi pemimpin TKR setelah melalui pemungutan suara secara dua tahap. Sebelum pengangkatannya, Soedriman memerintahkan Divisi V untuk menyerang pasukan Sekutu di Ambarawa pada akhir November.

Pertama kalinya Soedriman memimpin perang besar, yaitu Perang Palangan Ambarawa yang melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda di akhir November hingga Desember. Setelah berhasil memenangkan pertempuran ini, Presiden Soekarno melantik Soedirman sebagai Jenderal.

Setelah Soedirman berhasil menarik kembali tentara Inggris ke negaranya, ia diangkat menjadi panglima besar TKR pada tanggal 18 Desember 1945.

Lalu bagaimana cerita Soedriman saat perang gerilya?

Perang Gerilya Jenderal Soedirman

Tak lengkap jika kita tak membahas perang gerilya, ketika sedang membahas biografi Jenderal Soedirman. Jenderal Soedirman menjadi saksi atas kegagalan negosiasi dalam perjanjian Linggarjati dan juga Perjanjian Renville dengan tentara colonial Belanda, yang saat itu ingin kembali menjajah Indonesia.

Pada akhir tahun 1948, Jenderal Soedirman melakukan perlawanan terhadap Agresi Militer II Belanda di Yogyakarta. Jenderal Soedirman melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan bersama kelompok kcil tentara dan juga dokter pribadinya, hingga akhirnya Belanda menarik dirinya.

Setelah Belanda menyerah, Jenderal Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta oleh Presiden Soekarno pada Juni 1949.

Saat pemberontakan di Madiun, kondisi kesehatan Soedirman semakin melemah, dan Soedirman akhirnya didiagnosis mengidap penyakit tuberculosis (TBC) pada tahun 1948.

Pada November 1948, paru-paru kanan Soedirman mengalami infeksi, dan Soedriman pun terus berjuang melawan penyakitnya dengan melakukan pemeriksaan rutin di Panti Rapih Yogyakarta.

Tahun 1949, Jenderal Soedirman dipindahkan ke sebuah rumah di wilayah Magelang. Namun, pada saat yang bersamaan, pemerintah Indonesia dan Belanda mengadakan konferensi panjang selama berbulan-bulan yang berakhir dengan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia.

Walaupun Jenderal Soedriman sedang tak sehat, ia juga diangkat sebagai Panglima Besar TNI di Republik Indonesia Serikat.

Sebulan setelah pengangkatan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI, tepat pukul 18.30 tanggal 29 Januari 1950 Jenderal Soedirman menghembuskan napasnya yang terakhir di Magelang, Jawa Tengah.

Tanggal 30 Januari 1950, Jenderal Soedirman dimakamkan di Masjid Gedhe Kauman, dan saat ini jenazah dari Jenderal Soedirman sudah dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Semaki.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Arahan Presiden Prabowo Subianto

BERITA TERBARU

Viral