JAKARTA – Banyak masyarakat kaya di Indonesia cenderung memilih berbelanja di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelompok kelas atas atau tier 1 di Indonesia mencapai sekitar 10 juta orang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa salah satu alasan utama fenomena ini adalah harga barang di luar negeri yang lebih kompetitif.
“Kalau kita lihat kan orang kita ke luar negeri itu hampir sekitar 10 juta berdasarkan data dari BPS,” kata Airlangga dalam keterangannya, Jumat (17/1) seperti dikutip Holopis.com.
Airlangga menambahkan, bahwa masyarakat memiliki pilihan untuk berbelanja baik di dalam negeri maupun luar negeri. Namun, situasi ini menyebabkan negara berpotensi kehilangan pendapatan hingga Rp 324 triliun.
“Kita hitung kalau belanja itu katakanlah yang paling konservatif US$ 2 ribu ya. Jadi itu kira-kira Rp 324 triliun (potential loss),” ujarnya.
Ia juga mengakui, bahwa harga barang di Indonesia cenderung lebih mahal dibandingkan di luar negeri, terutama karena adanya tambahan pajak.
“Faktor yang membuat mereka belanja kan beberapa hal, harganya lebih kompetitif. Nah tentu beda antara Indonesia yang katakanlah untuk barang-barang yang masuk di mal kan kena biaya masuk 25%. Kemudian kena PPH, kemudian kena PPN,” jelasnya.
“Jadi dibandingkan misalnya dengan Singapura, nah itu kan nggak ada. Jadi secara otomatis barang di kita itu lebih mahal daripada di tempat lain,” tambahnya.
Airlangga juga menyebut bahwa pemerintah telah mempermudah proses impor barang mewah bagi pelaku usaha ritel. Para pengusaha hanya perlu membayar bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh) impor, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).