JAKARTA – Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menegaskan bahwa Indonesia telah mengambil langkah strategis dalam mendukung diversifikasi transaksi internasional yang mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS).
Pernyataan ini disampaikan dalam konteks pembahasan agenda dedolarisasi, yang menjadi salah satu fokus utama blok ekonomi BRICS, yang mulanya beranggotakan Brazil, Russia, India, China, South Africa.
“BRICS memang berbicara soal dedolarisasi, tapi sejauh ini volume transaksi non-dolar masih kecil. Namun, kita di Indonesia sudah memiliki inisiatif seperti Local Currency Settlement (LCS),” ujar Mari dalam keterangan persnya di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/1) malam, seperti dikutip Holopis.com.
Sebagai contoh, ia menyebutkan perdagangan antara Indonesia dan China yang menggunakan mata uang lokal, yaitu Rupiah dan Yuan, tanpa melalui dolar. “Proses ini sudah berjalan, meskipun dominasi dolar masih kuat,” tambahnya.
Terkait kekhawatiran Amerika Serikat atas inisiatif Indonesia dalam dedolarisasi, Mari menegaskan bahwa Indonesia tetap memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif.
“Kita bekerja sama dengan berbagai pihak tanpa mengganggu kepentingan negara lain, termasuk AS. Bahkan, kita ingin menjadi jembatan antara negara berkembang dan negara maju,” ungkapnya.
Mengenai kemungkinan tekanan dari AS, termasuk ancaman dari mantan Presiden Donald Trump, Mari menyatakan bahwa sejauh ini belum ada keberatan terhadap sistem transaksi yang digunakan Indonesia, seperti LCS.
“Dunia keuangan internasional memang perlahan bergerak ke arah diversifikasi, meskipun dolar masih akan dominan untuk sementara,” tutupnya.
Indonesia Resmi Jadi Anggota BRICS
Indonesia telah resmi menjadi anggota penuh dari blok ekonomi BRICS. Hal itu diumumkan oleh pemerintah Brasil sebagai pemegang keketuaan BRICS 2025 pada Senin (6/1) kemarin.
Sebagai informasi, BRICS yang semula beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa). Namun kemudian berkembang dengan masuknya Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Terakhir Indonesia disetujui masuk oleh negara-negara anggota. Persetujuan atas masuknya Indonesia sesuai dengan kesepakatan perluasan keanggotaan pada KTT BRICS 2023 di Johannesburg, Afsel.
Pada saat itu, Indonesia memberi lampu hijau untuk gabung, tapi Indonesia meminta bergabung secara resmi setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang dimenangi oleh Presiden Prabowo Subianto.
Pada KTT BRICS 2024 di Kazan, Rusia, niat Indonesia untuk gabung juga disampaikan dihadapan para negara anggota. Rusia pun menyatakan Indonesia resmi menjadi anggota mitra per 1 Januari 2025.
Namun terbaru, status negara mitra itu dinaikkan sehingga Indonesia kini telah resmi menyandang status sebagai negara anggota penuh BRICS.
Dengan demikian, Indonesia memiliki hak suara penuh, juga keterlibatan penuh pada program, fasilitas, dan kontribusi, dibandingkan status sebagai negara mitra.