JAKARTA – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung terus menyasar pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam skandal timah yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Dimana terbaru, penyidik menetapkam lima Korporasi (smelter) sebagai tersangka korporasi. Dengan adanya langkah tersebut, bukan tidak mungkin puluhan perusahaan cangkang yang dibentuk oleh lima smelter guna memperlancar bisnis biji timah ilegal segera menyusul.
“Tentu, perusahaan cangkang akan ikut diminta pertanggung jawaban hukum (ditetapkan tersangka). Kita tidak berhenti pada Lima Korporasi, ” kata Jampidsus Febrie Adriansyah dalam keterangannya beberapa waktu lalu seperti dikutip Holopis.com.
Febrie menjelaskan upaya tersebut sekalian upaya untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara dalan perkara Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Timah Tahun 2015-2022.
“Pengembalian kerugian negara menjadi komitmen Kejaksaan dalam setiap penganan perkara korupsi,” tegasnya.
Sehari sebelumnya, Kamis (2/1), 5 Smelter telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi karena diduga kuat telah dijadikan alat oleh pemilik perusahaan guna memperkaya diri dan atau orang lain, yang dibungkus dengan kerjasama dengan PT. Timah.
Kelima perusahaan dimaksud, terdiri PT. Refined Bangka Tin (RBT), CV. Venus Inti Perkasa (VIP), PT. Tinindo Inti Nusa (TIN), PT. Sariwiguna Bina Santoso (SBS) dan PT. Stanindo Inti Perkasa.
Akibat perbuatan mereka negara dirugikan Rp 300 triliun lebih, terdiri kerugian atas aktivitas Kerjasama Sewa Menyewa Alat Peralatan Processing Penglogaman dengan Smelter Swasta sebesar Rp2, 284 triliun.
Lalu, kerugian negara atas pembayaran bijih timah kepada mitra tambang PT. Timah sebesar Rp26, 648 triliun dan terakhir, kerugian lingkungan Rp 271 triliun.
PERUSAHAAN CANGKANG
Dalam persidangan yang digelar awal Oktober di Pengadilan Tipikor para PN. Jakarta Pusat terungkap bagaimana lima smelter mendirikan sejumlah perusahaan cangkang guna menutupi aksi kejahatan sekaligus menyamarkan uang hasil kejahatan itu.
Selain itu terungkap pula CV. Salsabla Utama milik Tetian Wahyudi yang mendapat perlakuan khusus dari Direksi PT. Timah dalam menampung timah ilegal yang ditambang di wilayah IUP PT. Timah.
Untuk yang terakhir ini, justru Tetian Wahyudi belum tersentuh dan sampai kini tidak berstatus.
“Dia belum punya statusm,” jawab Direktur Penyidikan Abd Qohar beberapa waktu lalu.
Dari aneka informasi Tetian kini dalam status buron sehingga belum bisa diperiksa sama sekali, seperti kasus Nistra Yohan dalam perkara BTS 4 G yang diduga terima aliran dana Rp 70 miliar.
Perusahaan-perusahaan cangkang dimaksud, adalah CV. Bangka Karya Mandiri, CV. Belitung Makmur Sejahtera dan CV. Semar Jaya Perkasa terafiliasi dengan RBT.
Kemudian, CV. Bangka Jaya Abadi terafiliasi dengan PT. Stanindo Inti Perkasa dimana supir keluarga Beneficial Owner Suwito Gunawan (terdakwa) dijadikan direktur seperti terungkap di persidangan pada Jumat (1/11/2024).
Terus, CV. BPR dan CV. SMS yang diduga dibentuk Beneficiary Owner PT. Tinindo Inter Nusa Hendry Lie guna menampung biji timah hasil tambang ilegal di wilayah IUP PT. Timah).
Terakhir, PT. Dolarindo Intravalas Primatama, PT Inti Valuta Sukses, PT Mekarindo Abadi dan PT. Quantum Skyline Exchange yang diduga tidak melaporkan transaksi ratusan miliar dari lima smelter ke Bank Indonesia dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kapuspenkum Dr. Harli Siregar menjelaskan kasus posisi berawal saat terdakwa SW (Suranto Wibowo) selaku Kadis ESDM Babel pada tahun 2015 telah menerbitkan Persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) kepada 5 (perusahaan pemurnian dan pengolahan timah (Smelter) yaitu PT RBT, PT SBS, PT SIP, PT TIN, dan CV. VIP yang berlokasi di Babel (Bangka Belitung) secara tidak sah, karena RKAB yang diterbitkan tersebut tidak memenuhi persyaratan.
Namun, penerbitan RKAB tersebut tetap dilanjutkan oleh terdakwa RBN (Rusbani) sewaktu menjabat Plt. Kadis ESDM Babel pada tahun 2019 dan terdakwa AS (Amir Syahbana) selaku Plt. Kadis ESDM Babel pada tahun 2019 -sekarang.
Bahkan, tambah Harli SW, RBN dan AS mengetahui bahwa RKAB tersebut tidak dipergunakan untuk menambang di lokasi IUP yang dimiliki perusahaan smelter itu sendiri, melainkan hanya untuk melegalkan penjualan timah yang diperoleh secara ilegal dari IUP PT Timah
Kegiatan ilegal tersebut disetujui dan dibalut oleh terdakwa MRPT (Mochtar Riza Pahlevi Tabrani) selaku Dirut PT. Timah dan terdakwa EE (Emil Ermindra, Red) dengan perjanjian seolah-olah ada kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT. Timah.
Perbuatan jajaran oknum Direksi PT. Timah pada kurun waktu 2018-2019 yang melakukan persekongkolan dengan para smelter untuk mengakomodir penambangan timah illegal di wilayah IUP PT Timah yang dibungkus seolah-olah kesepakatan kerja sama sewa menyewa peralatan processing peleburan timah di wilayah IUP PT Timah telah mengakibatkan kerugian keuangan negara c.q. PT Timah.
“Berdasarkan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dari BPKP sebesar Rp300 triliun lebih.