JAKARTA – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid menyayangkan bahwa OCCRP dimunculkan untuk membunuh karakter Presiden ke 7 Joko Widodo. Menurutnya, ini bagian dari taktik politik yang dimainkan oleh pihak yang sangat membenci Jokowi.
“Saya lihat narasi ini coba semakin dimasifkan. Tujuannya cuman satu, bagaimana mereka menghabisi karakter Pak Jokowi,” kata Habib Syakur kepada Holopis.com, Minggu (5/1).
Saat ditanya kira-kira siapa saja yang ingin membunuh karakter Jokowi, ia mengatakan bahwa salah satunya adalah PDIP. Menurutnya, cara main partai yang dinahkodai oleh Megawati Soekarnoputri tersebut justru malah kehilangan karakternya dengan melakukan pembunuhan karakter secara membabi-buta seperti itu.
“Partai yang paling benci Jokowi sekarang cuma PDIP. Karena mereka merasa dikhianati Pak Jokowi. Makanya dengan segala cara mereka melakukan manuver untuk melakukan carracter assasination,” ujarnya.
Lantas apakah Jokowi benar-benar mengkhianati PDIP, Habib Syakur memiliki pandangan tersendiri. Menurutnya, Jokowi memilih untuk tidak sejalan lagi dengan PDIP setelah berbagai momentum terjadi. Bagaimana Jokowi sebagai kader tidak dihargai padahal saat itu dirinya merupakan Presiden Republik Indonesia.
“Ah, saya kira bukan Pak Jokowi yang berkhianat, tapi banyak kejadian pak Jokowi dipermalukan dan tidak dihargai oleh PDIP sebagai kader bahkan sebagai Presiden,” ujarnya.
Satu peristiwa yang dimaksud Habib Syakur adalah ketika Jokowi dipanggil untuk menghadap Megawati Soekarnoputri pada bulan Juni 2022. Kala itu Ketua DPP PDIP bidang Politik dan Keamanan Puan Maharani melakukan instastory di sebuah ruangan.
Tampak dalam video Puan, Jokowi duduk di kursi kayu, sementara Megawati duduk di kursi empuk. Hadir di dalam ruangan tersebut Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Budi Gunawan, Mensesneg Pramono Anung Wibowo, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua Bidang UMKM, Ekonomi Kreatif dan Digital DPP PDIP Muhammad Prananda Prabowo.
Publikasi situasi Jokowi yang duduk menghadap Megawati Soekarnoputri tersebut menurut Habib Syakur adalah sebuah penghinaan kepada Jokowi sebagai Kepala Negara saat itu. Walaupun dalam konteks yang sama, Jokowi dipanggil dalam kapasitasnya sebagai kadar partai.
“Bagi saya pribadi lho ya, situasi itu jelas penghinaan kepada Pak Jokowi. Bukan hanya soal bagaimana dia duduk, tapi situasi yang dipublikasi tersebut jelas merupakan penghinaan kepada Kepala Negara,” tuturnya.
Peristiwa lain yang tidak kalah frontal adalah ketika acara HUT ke 50 PDIP di JIEXPO Kemayoran, Jakata Pusat pada tanggal 10 Januari 2023. Kala itu Jokowi sebagai kader sekaligus sebagai Presiden Republik Indonesia menghadiri kegiatan tersebut.
Dalam suasana itu, Megawati Soekarnoputri berseloroh bahwa Joko Widodo tanpa PDIP akan menjadi orang yang sangat kasihan. Bahkan hal itu disampaikan secara terbuka dan live yang disiarkan secara massal oleh DPP PDIP.
Awalnya, Megawati ingin agar PDIP diberikan penghargaan karena sangat masif mendukung program pemerintah mengentaskan stunting di Indonesia. Namun kalimat selanjutnya justru yang menurut Habib Syakur bermuatan penghinaan.
“Padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDIP juga duh kasihan dah. Nah kalimat ini ditonton seluruh rakyat Indonesia bahkan masyarakat dunia. Sadar tak sadar, ini adalah perusakan karakter Jokowi sebagai Presiden kan,” tandasnya.
Dan yang paling pantas menjadi alasan akhirnya Jokowi memilih berpaling dari PDIP menurut Habib Syakur adalah ketika endorsement Jokowi kepada Ganjar Pranowo dalam proses seleksi bakal calon Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, dalam konteks ini adalah puncak kemarahan seorang Jokowi kepada PDIP ketika sudah tidak dihargai sebagai kader partai.
“Ingat lho, Musra-musra ala Projo itu tujuannya apa sih, untuk seleksi nama-nama potensial jadi Capres kan. Ada nama Ganjar, Puan Maharani dan sebagainya. Bahkan ada nama Mahfud MD. Semua dijaring dan nama Ganjar selalu berada di atas. Ini bagian dari upaya endorsement,” tuturnya.
“Bahkan Pak Jokowi sampai bilang, pemimpin ke depan adalah yang wajahnya kerutan dan rambutnya putih. Sayangnya, setelah capek-capek diendorse, PDIP main sendiri dengan Ganjar. Akhirnya, saya kira Pak Jokowi langsung memainkan politik jawanya,” lanjut Habib Syakur.
Oleh sebab itu, ketika Jokowi mulai mengambil sikap politik sendiri yang ternyata berbeda dengan sikap politik PDIP, Habib Syakur menilai hal itu sangat wajar sekali. Walaupun pada akhirnya, ia memahami bagaimana kemarahan PDIP setelah ditinggal salah satu kader terbaiknya.
“Saya lihat PDIP paham bahwa Pak Jokowi adalah aset yang ternyata lepas. Makanya mereka main kroyokan dan menggandeng semua pihak yang sejak awal kontra dengan Pak Jokowi untuk bisa membunuh karakter bapaknya mas Gibran itu. Sebab mereka merasa Pak Jokowi adalah ancaman eksistensi mereka sebagai partai,” tukasnya.