JAKARTA – Proses hukum yang menimpa presiden Korea Selatan kembali memasuki babak terbaru. Kali ini, penyelidik Korea Selatan membatalkan upaya mereka dalam menangkap Presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol. Hal itu karena alasan masalah keamanan, serta perselisihan dengan tim keamanannya.
“Mengenai pelaksanaan surat perintah penangkapan hari ini,diputuskan bahwa eksekusi secara efektif tidak mungkin dilakukan karena kebuntuan yang sedang berlangsung,” kata Kantor Investigasi Korupsi (CIO), dikutip Holopis.com, Jum’at (3/1).
Karena itu, muncul kekhawatiran akan keselamatan para personel di lokasi. Sehingga penangkapan pun dibatalkan.
“Kekhawatiran terhadap keselamatan personel di lokasi menyebabkan keputusan untuk menghentikan eksekusi,” lanjut mereka.
Sekedar mengingatkan kembali Sobat Holopis, Presiden Yoon Suk Yeol awalnya diprotes banyak orang karena melakukan penerapan darurat, kemudian tiba-tiba membatalkannya hanya dalam waktu beberapa jam.
Presiden Yoon Suk Yeol langsung membatalkan penerapan darurat militer setelah baru saja mengumumkan bahwa negara tersebut dalam darurat militer untuk pertama kalinya setelah 50 tahun.
Keputusan mendadak Yoon Suk Yeol yang mengejutkan diumumkan pada pukul 23.00 malam waktu setempat. Ia menyebutkan adanya kekuatan anti negara serta ancaman dari musuh bebuyutan mereka, Korea Utara.
Tetapi tak lama kemudian, hanya dalam jarak waktu 6 jam, Yoon Suk Yeol tiba-tiba mencabut keputusan darurat militer tersebut.
Yoon Sook Yeo tiba-tiba membatalkan keputusannya setelah para anggota parlemen menentang deklarasi tersebut. Ia pun langsung menarik kembali pasukan militer yang sudah dikerakan.
Kondisi ini langsung mengundang kekacauan di antara masyarakat. Ada yang mengkritik dan menilai Presiden Yoon tidak tegas, ada pula kekhawatiran terkait terjadinya kudeta.
Sebagai informasi Sobat Holopis, terakhir kali Korea Selatan melakukan darurat militer adalah pada tahun 1979 setelah diktator militer Park Chung Hee terbunuh dalam kudeta. Kemudian darurat militer tak lagi dilakukan setelah demokrasi Korea Selatan pada tahun 1987.