JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025, yang berlaku hanya untuk barang dan jasa dengan kategori mewah.
Namun, pemerintah tidak langsung menerapkan kebijakan tersebut sepenuhnya, seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Sebab dalam Pasal 5 PMK tersebut, disebutkan bahwa pengenaan tarif pajak 12 persen akan dikenakan mulai 1 Februari 2024.
Sedangkan pada 1 Januari 2025 sampai 31 Januari 2025 PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa nilai lain yang sebesar 11/12 dari harga jual.
“Jadi secara prinsip kami pun juga memberikan atau kita meluangkan waktu transisi,” kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suryo Utomo dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Kamis (2/1).
Menurut Suryo, pihaknya memberi waktu kepada pengusaha untuk menyesuaikan faktur pajaknya terhadap perubahan dari PPN 11 persen menjadi 12 persen. Apalagi sebagian faktur pajak dibuat secara otomatis.
“Karena faktur pajak yang dibuat oleh wajib pajak sebagian besar sudah dokumen dalam bentuk digital secara sistem, dan otomatis pada waktu mengubah sistem pun juga kami akan memberikan rentang waktu yang cukup lah bagi teman-teman wajib pajak untuk menyesuaikan dengan setiap keadaan,” bebernya.
Sebagai catatan, masa transisi ini hanya berlaku untuk barang-barang kategori mewah yang selama ini membayar Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Di luar, itu besaran PPN pada perhitungan akhir tetap 11 persen.
Namun skema pengenaan PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan DPP berupa nilai lain, yakni nilai yang ditetapkan sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual.
“Berapa sih nilai lainnya? Di sana dituliskan 11/12 kali harga jual. Jadi kalau dihitung seluruhnya 12 dikaitkan 11/12, jatuhnya 11 persen,” tutupnya.