JAKARTA – Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) mendorong pemerintah untuk meninjau kembali rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Salah satu tokoh GNB, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menilai, rencana kenaikan tarif PPN pada awal 2025 yang diinisiasi oleh pemerintah dan DPR tersebut, perlu ditinjau secara holistik.
Ia menjelaskan, hal itu agar kebijakan tersebut nantinya tidak memberikan dampak yang kontraproduktif bagi perekonomian bangsa, khususnya bagi masyarakat yang sudah terdampak oleh melemahnya daya beli.
Baginya, rencana kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen itu akan menyebabkan inflasi yang menambah kompleksitas masalah, yang akan berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
“Pada gilirannya kebijakan ini akan melemahkan daya tahan bangsa,” ujar Alissa dalam keterangan pers secara virtual melalui Zoom Meeting, seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (28/12).
Dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah memberikan teladan melalui efektivitas dan efisiensi birokrasi, mengelola pendapatan dan belanja negara secara berhati-hati dan bijak.
Putri Presiden RI ke-4 itu juga berharap pemerintah dapat memformulasikan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan sosial, terlebih dalam menghadapi tantangan ekonomi yang makin kompleks.
“Kami berpandangan bahwa konsekuensi hilangnya pendapatan sekitar Rp75 Triliun akibat pembatalan rencana kenaikan PPN, bisa disikapi dengan mengembangkan kreativitas Pemerintah dalam mencari penggantinya dari pos pendapatan dan/atau sumber pendanaan lain,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah juga menurutnya perlu melakukan efisiensi pada setiap pos pengeluaran secara sangat serius. Dia menekankan, langkah penghematan dan efisiensi secara ketat harus dilakukan Pemerintah guna menunjukkan sense of crisis.
Tokoh Jaringan GUSDURian itu juga mengatakan, pemulihan ekonomi pasca-pandemi belum sepenuhnya kokoh, dengan indikator-indikator seperti tingkat pengangguran, inflasi, dan pendapatan riil masyarakat yang masih membutuhkan perhatian.
“Kebijakan yang memperberat beban masyarakat dalam situasi ini dapat menimbulkan persepsi bahwa Pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan rakyat,” tuturnya.
GNB juga mengajak pemerintah untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat, akademisi, dan pelaku usaha dalam dialog terbuka sehingga pemerintah dapat memperoleh perspektif yang lebih kaya dan menghindari resistensi sosial yang tidak diinginkan.
Pemerintah, lanjut dia, tentunya memiliki tanggung jawab untuk menjaga stabilitas keuangan negara. Namun keputusan tersebut juga harus dilandasi oleh prinsip keadilan sosial dan pertimbangan yang matang atas kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Dengan mengevaluasi kembali kebijakan ini, kita dapat memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga keseimbangan penerimaan dan pengeluaran negara, tetapi juga sebagai alat untuk melindungi dan memperkuat ketahanan bangsa,” jelasnya.
Terakhir, ia mengimbau masyarakat luas agar tetap bersikap dewasa dalam menyikapi kebijakan kenaikan tarif PPN ini. Segala bentuk reaksi atas rencana kebijakan Pemerintah tersebut haruslah tetap berada dalam koridor hukum dan kesantunan bangsa.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merilis informasi terkini perihal prakiraan cuaca Jateng (Jawa Tengah)…
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah merilis informasi terkini perihal prakiraan cuaca Jakarta pada…
uluhan orang tewas pada tragedi berdarah di Tanjung Priok 38 tahun yang lalu tepat di…
Liga 1 pekan ke-17 kembali berlanjut, sejumlah laga sengit pun bakal tersaji seperti hal nya…
Hasil pertandingan Lazio vs Atalanta pada lanjutan Liga Italia musim 2024/2025, berakhir dengan skor imbang…
JAKARTA - Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menilai bahwa memang…