JAKARTA – Tim penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mendalami ekspor batu bara ke sejumlah negara. Di antaranya ke India, Vietnam, Korea Selatan.
Pendalaman itu dilakukan tim penyidik KPK saat memeriksa Dirjen Bea dan Cukai Askolani sebagai pada Jumat (20/12). Askolani diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari.
“Didalami terkait dengan ekspor batu bara ke sejumlah negara. (Ekspor baru bara ke) India, Vietnam, Korea Selatan dan lain-lain,” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Senin (23/12).
Rita Widyasari sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi dan TPPU bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin sejak Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Pemprov Kutai Kertanegara senilai Rp 436 miliar. Rita Widyasari juga diduga menerima gratifikasi 5 dolar AS per metrik ton batubara.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik KPK telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin (TP) beberapa waktu lalu.
Dalam pemeriksaan itu penyidik KPK mendalami sejumlah hal. Salah satunya terkait dugaan transaksi usaha batu bara di wilayah Kukar.
Tak hanya transaksi usaha batu bara, penyidik KPK juga mendalami keterkaitan Tan Paulin dengan perkara dugaan gratifikasi dan pencucian uang yang menjerat Rita Widyasari. Diduga penerimaan gratifikasi terhadap Rita Widyasari berasal dari beberapa perusahaan pertambangan batu bara.
“Kita sedang mendalami hubungan antara Tan Paulin dengan RW dalam perkara TPPU terkait dugaan gratifikasi sejumlah uang senilai 3,3 sampai 5 dollar per metrik ton batu bara dari PT BKS,” ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Rabu (18/9).
Diketahui, PT BKS adalah PT Bara Kumala Sakti. PT BKS yang disebut-sebut milik keluarga Rita tak menjalankan produksi pertambangan batubara, tetapi hanya mengantongi izin pertambangan. Adapun produksi atau penjualan pertambangan dijalankan oleh sejumlah perusahaan lain. Dari kegiatan bisnis eksplorasi itu, diduga para perusahaan memberikan fee kepada Rita sekitar 3,3 dolar Amerika Serikat (AS) hingga 5 dolar AS per metrik ton batu bara.
“Terkait metrik ton jadi sekali lagi ingin saya gambarkan secara sederhana begini, ketika sdr RW ini menjabat sebagai bupati ada yang namanya dugaan pemberian dari perusahaan-perusahaan. Salah satunya perusahaan BKS,” kata Asep.
“Jadi kalau yang lazim ketika membuat kuasa atau izin pertambangan itu langsung putus. Misalnya sekian miliar, sekian puluh miliar itu putus. Ini enggak. Kecil sih jumlahnya, jatahnya per metrik ton antara 3,3 dolar sampai 5 dolar. Ini kan kalau 5 dolar dikalikan 15 ribu cuma 75 ribu rupiah. Tapi kan dikalikan metrik ton, ribuan bahkan jutaan (metrik ton) bertahun-tahun sampai habis kegiatan pertambangan itu. Jadi ini terus-terusan,” ditambahkan Asep.
Nah fee yang diterima Rita itu diduga mengalir ke sejumlah orang dan perusahaan. Salah satunya diduga mengalir ke Tan Paulin yang disebut ratu batu bara.
“Nah dari uang tersebut kemudian mengalir ke beberapa orang, perusahaan. Di antaranya sdr TP. Makanya karena kita sedang menangani sdr RW ini TPPU nya, kita mencari ke mana sih uang dari situ gitu dari sdr RW. Ya salah satunya ke TP,” ungkap Asep.
Sayangnya Asep saat ini belum mau mengungkap secara gamblang dugaan keterlibatan Tan Paulin dalam sengkarut kasus yang menjerat Rita. Yang jelas, dipastikan Asep, dugaan keterlibatan Tan Paulin sedang didalami pihaknya.
“Tentu kita pasti konfirmasi tanyakan uang ini statusnya apa, apakah ada perjanjian kerja sama, jual beli atau masalah apa, misalnya beli barang dari bu TP. Nah uangnya dari sana kan. Itu yang kita konfirmasi. Termasuk ke bebebrapa orang bukan hanya bu TP saja,” ujar Asep.
Sebelumnya penyidik KPK dalam kasus ini juga telah menggeledah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin di Surabaya beberapa waktu lalu. Dari penggeleeahan itu, penyidik KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait perkara dari penggeledahan tersebut.
Adapun penyidikan dugaan gratifikasi dan TPPU itu merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi yang lebih dulu menjerat Rita menjadi tersangka. Dalam kasus suap itu, pengadilan menjatuhkan hukum 10 tahun penjara kepada Rita.
JAKARTA - Influencer Ferry Koto menilai bahwa kemarahan PDIP kepada Joko Widodo saat ini berasal…
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta para koruptor untuk…
Mungkin banyak yang tak sadar bahwa setiap transaksi Quick Response Indonesian Standard (QRIS), ada biaya jasa layanan…
Partai Golkar menuding PDIP saat ini berusaha mencari panggung ke masyarakat usai lengser dari kekuasaan…
Sudah bukan rahasia umum bahwa ras terkuat di jalanan adalah emak-emak membawa motor.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan maksud pernyataan Presiden Prabowo Subianto untuk memaafkan koruptor jika…