JAKARTA – Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD menjelaskan bahwa UU Perampasan Aset banyak yang salah kaprah dalam melihat. Ia mengatakan bahwa UU tersebut tidak hanya untuk menyita aset pelaku tindak pidana termasuk korupsi.
“Tindakan hukum yang tegas itu selama ini tidak meniadakan perampasan aset kok, orang yang sudah dihukum itu kalau divonis kan disita hartanya. Itu aset bagi yg sudah terbukti secara hukum,” kata Mahfud MD dalam paparannya ketika ditemui di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Ia menjelaskan bahwa UU Perampasan Aset sebenarnya adalah regulasi yang memungkinkan negara merampas aset bagi para tersangka tindak pidana yang belum bisa diadili atau ditetapkan status hukumnya secara inkrakh.
“Perampasan aset di dalam UU itu adalah mereka yang belum bisa diadili. Misalnya pelakunya lari hartanya ada, disita aja untuk negara. Atau orangnya lari itu kemudian istilahnya dibagi-bagi ke orang lain, itu diselesiakan dulu baru perampasan aset,” jelasnya.
Artinya, seseorang yang masih dalam proses penyidikan atau dalam proses hukum peradilan tindak pidana korupsi, maka semua aset yang dimiliki akan disita terlebih dahulu oleh negara agar tidak disalahgunakan atau dipindahtangankan, sebelum pengadilan menetapkan status hukumnya nanti.
“Kalau UU perampasan aset itu (untuk) yang tidak bisa diadili diambil dulu. Seperti dalam perjanjian perdata, jangan sampai dijual-jual sebelum perkaranya diselesaikan,” tegasnya.