JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, sektor pertanian harus memberikan kontribusi yang signifikan dengan target pertumbuhan minimal 5,8 persen per tahun.
Peneliti Utama BRIN, Erizal Jamal menjelaskan, bahwa pencapaian tersebut memerlukan langkah strategis yang didukung oleh pengembangan komoditas bernilai ekonomi tinggi dan transformasi sektor pangan dan pertanian secara menyeluruh.
“Pertumbuhan sebesar ini hanya bisa dicapai jika kita memaksimalkan potensi komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan,” katanya dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (20/12).
Menurut Erizal, sektor peternakan berpotensi tumbuh hingga 4,8 persen per tahun, sementara sektor perikanan dapat tumbuh sekitar 6,6 persen per tahun.
Selain itu, pengembangan sektor jasa atau tersier yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi juga memerlukan dukungan kebijakan yang memberikan kepastian usaha. “Dukungan kelembagaan yang kuat diperlukan agar transformasi ekonomi berjalan sesuai rencana,” ujarnya.
Erizal juga menekankan pentingnya penguatan hilirisasi pangan dan pertanian dalam mendukung reindustrialisasi di berbagai daerah Indonesia. Strategi ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah yang tinggi, membuka lapangan pekerjaan baru, serta membantu pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan.
Lebih lanjut, Erizal menjelaskan bahwa swasembada pangan harus menjadi prioritas utama. Swasembada dapat dimulai dari komoditas beras sebagai pangan pokok, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan komoditas bernilai ekonomi tinggi lainnya yang memiliki potensi untuk diolah lebih lanjut, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Peningkatan Total Factor Productivity (TFP) juga dianggap kunci untuk mencapai target tersebut. Hal ini bisa dicapai melalui pengembangan teknologi dan inovasi secara masif, peningkatan anggaran penelitian dan pengembangan (R&D), serta penguatan kapasitas peneliti dan sistem diseminasi teknologi yang memadai.
Erizal juga menyoroti pentingnya upaya pemerintah untuk menarik investasi, baik dari luar maupun dalam negeri. “Efisiensi dan efektivitas investasi perlu ditingkatkan untuk menurunkan nilai Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) ke tingkat ideal,” ungkapnya.
Selain itu, dia menegaskan bahwa implementasi Undang-Undang Cipta Kerja harus disertai dengan konsistensi kebijakan dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui adopsi teknologi dan digitalisasi juga dinilai sangat penting.
“Hal ini diharapkan akan meningkatkan produktivitas dan pendapatan per kapita, yang pada akhirnya mendorong konsumsi rumah tangga dan tabungan,” tutup Erizal.