JAKARTA – Rencana kenaikan PPN 12 persen bakal dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 2025. Walaupun kenaikan PPN 12% tersebut hanya akan menyasar kelas atas, namun desakan untuk pembatalan kebijakan kenaikan nilai pendapatan negara tersebut masih ditolak oleh masyarakat.
Melalui situs Change.org, pemilik akun “Bareng Warga” membuat penggalangan tanda tangan digital masyarakat untuk menyuarakan penolakan kebijakan pemerintah tersebut.
“Rencana menaikan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” tulis narasi yang diunggah di akun Change.org seperti dikutip Holopis.com, Rabu (18/12).
Menurut mereka, saat ini kondisi ekonomi masyarakat masih kurang membaik. Sebab, daya beli masyarakat juga mengalami penurunan yang sangat signifikan. Bagi mereka, situasi ini akan semakin dipersulit dengan kebijakan kenaikan PPN 12% sekalipun targetnya menyasar barang dan jasa kategori mewah.
“Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” ujarnya.
Oleh sebab itu, dalam petisi tersebut, mereka meminta agar Presiden Prabowo Subianto kembali menelaah dan menguji kembali kebijakan tersebut agar masyarakat tidak semakin terjerembab ekonominya, hingga berakhir terjerat kasus pinjaman online (pinjol).
“Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana,” pungkasnya.
Saat berita ini diturunkan, petisi tersebut telah mendapatkan 69.148 tanda tangan digital masyarakat. Sementara untuk target yang diharapkan adalah 75.000 tanda tangan.
PPN 12 Persen untuk Barang dan Jasa Mewah
Dalam paparannya pada hari Senin, 16 Desember 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan PPN 12% tersebut hanya diterapkan bagi barang dan jasa yang berkategori mewah.
Beberapa di antaranya adalah barang mewah, layanan kesehatan VIP, restoran berkelas premium, pendidikan bertaraf internasional berbiaya tinggi dan lain sebagainya. Sementara untuk komoditas masyarakat kelas menengah ke bawah seperti ; telur, tepung, minyak goreng curah, beras, gula dan sebagainya akan bebas dari PPN. Sementara untuk kalangan industri akan tetap berada di PPN 11% yang seharusnya 12%. Lantas untuk 1% akan ditanggung oleh negara melalui mekanisme stimulus ekonomi 2025.
“Kelompok yang mampu membayar lebih besar, sementara yang kurang mampu dilindungi atau bahkan diberikan bantuan (insentif). Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12 persen,” kata Sri Mulyani.
Adapun untuk bantuan perlindungan sosial diberikan pemerintah dalam bentuk bantuan pangan, diskon listrik 50 persen, dan sebagainya. Sementara untuk insentif perpajakan diberikan dalam bentuk perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM. Kemudian ada juga Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya serta berbagai insentif PPN.
“Total alokasi mencapai Rp265,6 T (triliun) untuk tahun 2025 (khusus PPN saja),” terang Sri Mulyani.