JAKARTA – Jika Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, Saiful Mujani mengatakan bisa membuat politik tidak stabil kecuali di bawah kekuasaan otoriter. Menurutnya, Indonesia punya pengalaman sperti itu pada tahun 1950-1959.
“Pengalaman kita tahun 1950-1959 kabinet yang terbentuk atas dasar koalisi partai di parlemen (DPR) sebanyak 7 kabinet. Artinya, hampir tiap tahun ganti pemerintahan. ini tidak kondusif untuk pembangunan,” tulisnya dalam akun X @saiful_mujani yang dikutip Holopis.com, Rabu (18/12).
“Dekrit Presiden 1959 kembali ke UUD 1945, membubarkan kabinet, pemerintah di bawah otoritarianisme Soekarno. Politik tetap tidak stabil. Ekonomi hancur. Akhirnya Bung Karno jatuh de facto 1966. Diambil alih otoritatianisme Soeharto,” sambungnya.
Saiful Mujani menjelaskan, di bawah otoritarianisme Soeharto, politik bersandar pada dirinya dengan instrumen MPR. Anggota MPR hampir semuanya atas persetujuan Soeharto untuk mendukungnya. Ini cara membuat politik stabil.
MPR dengan kekuatan multipartai ekstrim, tidak ada partai yang dominan, tidak akan mampu menciptakan stabilitas politik kecuali MPR-nya di bawah penguasa otoriter seperti Soeharto di masa Orde Baru.
Begitu MPR diisi oleh komponen-komponen demokratis, banyak partai hasil Pemilu 1999 MPR berperilaku seperti parlemen tahun 1950an. Presiden Gus Dur dijatuhkan di tengah jalan.
Peran politik MPR yang seperti parlemen itu dihapus lewat amandemen UUD 1945. Presiden tidak dipilih MPR tapi langsung oleh rakyat. Akibatnya tidak ada peristiwa presiden dijatuhkan DPR/MPR. Politik sejak presiden dipilih rakyat langsung jadi stabil. ini fakta penting.
Pola hubungan antara pemerintah dan DPR/MPR atau parlemen di tingkat nasional juga paralel dengan pemerintah daerah. Kepala daerah dipilih rakyat langsung adalah sumber stabilitas politik. Sebaliknya, bila dipilih DPRD akan menciptakan instabilitas politik.
“Kepala daerah dipilih DPRD berarti kepala daerah bergantung pada DPRD. Bila DPRD ingin memberhentikannya maka dapat dilakukan kapan saja sesuai kepentingannya. Ini menciptakan instabilitas politik,” katanya.
“Bayangkan instabilitas itu terjadi di lebih 500 titik kabupaten dan kota di Indonesia,” lanjutnya.