JAKARTA – Advokat Muannas Alaidid menyebut bahwa Muhammad Said Didu adalah sosok yang paling berkepentingan di balik polemik PIK 2. Sebab, di balik sengkarut dinamika yang terjadi, ia menyebut bahwa Said Didu memiliki lahan yang juga ingin agar pihak pengembang PIK 2 membayar sangat mahal di luar harga NJOP (nilai jual obyek pajak).
“(Said Didu) itu adalah orang yang paling punya kepentingan soal isu proyek PIK 2 non PSN, karena dia punya tanah di lokasi pembebasan seluas 10 hektar, di Pegadangan Ilir, Kronjo, Kabupaten Tangerang dibuat empang atau tambak,” kata Muannas dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (16/12).
Sepanjang pengamatannya terhadap aksi-aksi dan narasi Said Didu, Muannas menyebut bahwa nyaris semua ucapannya fitnah. Sebab, PSN dan PIK 2 adalah dua proyek yang berbeda, sekalipun perusahaan milik Agung Sedayu Group melakukan CSR (corporate social responsibility) terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) di Tangerang.
“Polemik terjadi karena dia fitnah PIK 2 pakai PSN, padahal (PSN) baru ditetapkan ditahun 2024 ini. Singkatnya PIK dia tuduh bebasin lahan di semua proyeknya pakai PSN,” ujarnya.
Sehingga ia menaruh dugaan kuat bahwa narasi ini disampaikan Said Didu sebagai upaya untuk memberikan pengaruh kepada masyarakat seolah pengembang PIK 2 melakukan pendzaliman kepada masyarakat dengan mekanisme menggusur tanah warga.
“Tujuannya jelas biar ada kemarahan publik, bikin opini seolah pengembang sudah manfaatkan tangan negara buat bisnis propertinya,” tandasnya.
“Di semua media mainstream, mudah didapat informasi, bahwa PSN itu beda lokasinya (dengan PIK 2). Bukan buat bisnis perumahan, tapi wisata mangrove terbuka untuk umum di atas tanah rusak karena abrasi tak berpenghuni,” sambungnya.
Muannas menyebut bahwa PSN yang merupakan lahan milik Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani) tersebut memang diserahkan kepada pengembang PIK 2 agar dibangun untuk kepentingan publik, bukan untuk aset PIK 2 apalagi untuk kegiatan komersil.
“(PSN) dikasih ke PIK 2 untuk dikelola supaya memberi manfaat kepada masyarakat. (Pengembangan) pakai biaya sendiri (dana perusahaan), enggak ada anggaran negaranya,” pungkasnya.