JAKARTA – Praktisi intelijen yang juga sebagai Wakil Kepala Densus 88 Anti Teror Polri, Brigjen Pol I Made Astawa mengatakan bahwa seorang intelijen harus memahami dan taat pada pembagian peran dalam siklus intelijen.
Jangan sampai ada tumpang tindih job desk sehingga bisa mengganggu siklus intelijen yang berjalan. Hal ini penting agar siklus intelijen yang dijalankan oleh sebuah lembaga atau organisasi dapat mencapat hasil yang terstruktur.
Salah satunya adalah collector. Dalam organisasi intelijen menurutnya ada istilah kolektor atau pengumpul data dan informasi. Ia mengingatkan dalam melaksanakan praktik siklus intelijen, seorang pengumpul data tidak boleh melakukan analisis.
“Collector tidak boleh menganalisis,” kata I Made Astawa dalam seminar Tantangan dan Kompleksitas Intelijen di kampus UI Jakarta, Jumat (13/12).
Kemudian, ia juga menyampaikan bahwa dalam melaksanakan pengumpulan data dan informasi, seorang intel harus melakukannya dengan secepat dan seakurat mungkin. Sebab kata dia, fungsi intelijen akan bermanfaat ketika cepat dan akurat.
“Intelijen itu kecepatan dan ketapatan. Kalau sudah cepat, tepat baru berarti. Kalau lambat tidak berarti itu intelijen. Data intelijen harus akurat, tidak boleh terlalu lama dianalisis nanti akan jadi sampah karena hasilnya tidak tepat dan efektif,” tuturnya.
Tipe Kerja Intelijen
Dalam menjalankan operasi intelijen, ada tiga aspek yang harus dipahami dan dipedomani oleh semua agen intelijen. Ketiganya adalah ; taktikal, operasional, dan stratejik. Ketiganya memiliki ruang kerja yang berbeda.
“Di intelijen punya tipe intelijen, mulai dari taktikal, operasional dan stratejik,” tutur Made Astawa.
Ia pun mencoba menjelaskan tentang pembagian tipe-tipe intelijen tersebut. Seorang intelijen yang melakukan tipe taktis maka ia hanya mengumpulkan informasi dan data yang berkaitan dengan obyek atau subyek target. Misal identitas, nomor telepon dan segala hal informasi yang melekat pada target operasinya.
“Taktik. Lakukan operasi-operasi seperti nomor HP nya apa, dan sebagainya,” terangnya.
Kemudian intelijen yang melaksanakan tipikal operasional, dia tidak bertugas mengumpulkan informasi data diri target. Melainkan melaksanakan agenda yang berkaitan langsung dengan aktivitas mempengaruhi. Apakah itu melakukan dialog, dan sebagainya.
“Operasional, itu masuk program yang akan menjadi bagian dari stratejiknya intelijen, yaitu misalnya bagaimana mencipatakan Papua aman,” paparnya.
Sementara intelijen yang melaksanakan tipe stratejik, maka mereka akan melakukan kegiatannya yang berkaitan dengan strategi jangka panjang. Apa pun bentuknya, tugasnya adalah bagaimana memastikan praktiknya adalah untuk long term.
“Stratejik ini adalah berjangka panjang visioner dan masalah-masalah yang stratejik. Kalau mau pimpinan mau mengalisis stratejik, maka pengumpulan data harus stratejik,” tuturnya.
Ketiga tipe ini menurut Made Astawa harus dipedomani oleh para intelijen dalam melaksanakan kerja-kerjanya, baik yang mengumpulkan data maupun yang melaksanakan penggalangan.
“Itu kalau kita bisa slice otak kita, maka kita bisa melakukan siklus intelijen,” tandasnya.
Namun yang paling utama dalam melaksanakan praktik dan kerja-kerja intelijen, data yang dihasilkan harus tepat dan akurat. Jangan sampai data yang dihasilkan oleh intelijen salah daru jauh dari fakta.
“Dalam prinsip intelijen, kepastian itu harus. dengan pengumpulan data dan posisi kita menganalisis harus akurat. Kemudian pola analisis harus efektif, para analis harus punya pola-pola terhadap apa yang menjadi targetnya,” pungkasnya.