JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkokumham-imipas), Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah berkomitmen untuk menuntaskan seluruh kasus pelanggaran HAM berat.
Oleh karena itu, Yusril menyebut bahwa Presiden Prabowo saat ini tengah melakukan penyusunan kembali rancangan undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
“Pemerintahan baru, di bawah kepempimpinan Presiden Prabowo Subianto akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu, tanpa mengenal batas waktu surut ke belakang,” kata Yusril di Jakarta pada Selasa (10/12).
Yusril menjelaskan rencana penyusunan UU untuk pembentukan KKR sudah sempat dilakukan. Namun pada perjalanannya, UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah ini sendiri menurut Yusril, digunakan oleh Presiden Prabowo terinsipirasi dari lawatannya saat itu ke Afrika Selatan. Dimana KKR dianggap berfungsi untuk menangani kasus-kasus HAM yang tidak dapat lagi direkonstruksi karena para pelaku dan korbannya maupun saksi sudah tidak ada lagi.
“Maka kita mencoba, untuk menyelesaikan kasus-kasus itu dengan pembentukan sebuah komisi dengan sebuah undang-undang, yang pada waktu itu kita sebut dengan undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Walaupun dalam perjalanan belakangan, seluruh undang-undang itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Yusril menyebut pembatalan oleh MK ini akhirnya menimbulkan cukup banyak hal-hal yang tidak dapat diselesaikan. Hingga pada akhirnya, di era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perpres nomor 72 tahun 2023 tentang penyelesaian Nonyustisial terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu.
“Kita berpendirian, setiap kejahatan adalah pelanggaran HAM. Tapi tidak seluruh kejahatan, terkategorikan sebagai gross violation of human rights, sebagai pelanggaran HAM yang berat, yang menjadi concern bagi kita bersama,” tuturnya.
Dia pun mengakui tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian kasus HAM cukup berat. Dia menganggap saat ini juga dibutuhkan langkah-langkah pencegahan terhadap peluang terjadi pelanggaran HAM di Indonesia.
“Ini merupakan suatu tantangan yang berat, bagi kita semua. Kita harus menyelesaikan banyak persoalan-persoalan HAM yang kita hadapi bersama. Baik terjadi di masa yang lalu, masa sekarang, walaupun kita harus mencegah hal-hal yang seperti itu agar tidak terulang di masa-masa yang akan datang,” pungkasnya.