Kasus penembakan yang menimpa seorang guru Madrasah Diniyah (Madin) di Jepara, Jawa Tengah, baru-baru ini mencuatkan kekhawatiran tentang arogansi seseorangg dalam kelas sosial tertentu.
Pelaku yang merupakan anak kyai ternama dan berpengaruh di Jepara, tega menembak seorang guru madrasah yang notabene adalah santri dari kakeknya sendiri.
Dalam insiden ini, seorang guru Madin ditembak dua kali pada perutnya sekaligus motornya dibakar hanya karena bertemu lawan arah di jalan.
Kasus ini tidak hanya menyentuh aspek keamanan, tetapi juga memunculkan pertanyaan besar tentang perlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi para masyarakat atas penggunaan senjata api yang dimiliki oleh orang-orang tertentu dalam kelas sosial yang ditinggikan.
Artikel ini akan mencoba menganalisis kasus penembakan tersebut dari perspektif HAM dan penegakan hukum yang adil.
Penulisan artikel merupakan refleksi dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang jatuh pada 10 Desember 2024.
Bertepatan dengan Hari Guru pada Senin 25 November 2024, seorang guru Madin di Jepara, yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan agama di daerah tersebut, menjadi korban penembakan.
Tragedi ini mengakibatkan korban mengalami luka-luka di perut dengan bekas dua tembakan dan ketraumaan atas ancaman tembak di mata.
Tak hanya itu, ketraumaan lebih dialami karena motor yang digunakan aktivitas sehari-hari dibakar oleh pelaku.
Dalam konteks Hak Asasi Manusia (HAM), kasus ini menggarisbawahi hak setiap individu untuk merasa aman, bebas dari ancaman kekerasan, dan mendapatkan perlindungan hukum.
HAM yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara mencakup hak atas kehidupan, hak atas rasa aman, dan hak untuk memperoleh perlindungan dari ancaman kekerasan, baik fisik maupun psikologis.
Guru madrasah, sebagai bagian dari profesi yang diakui negara, memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya untuk mendapatkan perlindungan terhadap ancaman kekerasan.
Keberadaan kekerasan terhadap guru, terlebih dalam konteks pendidikan agama, menunjukkan adanya kegagalan dalam memastikan perlindungan terhadap mereka.
Negara, dalam hal ini, berkewajiban untuk menjamin bahwa para pendidik dapat menjalankan tugasnya dengan rasa aman, tanpa rasa takut akan ancaman kekerasan.
Lebih lanjut, penegakan hak atas keadilan dan perlindungan terhadap korban penembakan juga menjadi bagian dari kewajiban negara untuk melindungi hak asasi manusia.
Negara harus memastikan bahwa korban menerima perawatan medis yang memadai, proses hukum yang transparan dan cepat, serta pemulihan sosial yang diperlukan setelah insiden tersebut.
Penegakan hukum dalam kasus ini harus berjalan dengan prinsip keadilan yang tidak diskriminatif dan berdasarkan pada bukti yang sah.
Penegakan hukum yang adil tidak hanya berfokus pada penghukuman pelaku, tetapi juga pada pencarian keadilan bagi korban dan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, penegakan hukum yang adil harus memperhatikan beberapa faktor penting.
Investigasi yang Transparan dan Cepat
Penyelidikan terhadap insiden penembakan ini harus dilakukan secara transparan dan tepat waktu. Tidak boleh ada ruang untuk penyembunyian atau manipulasi fakta yang dapat menghambat tercapainya keadilan.
Pihak berwenang, dalam hal ini aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan secara menyeluruh, mulai dari latar belakang pelaku hingga motif di balik kejadian tersebut.
Selain itu, pengumpulan bukti-bukti yang sah dan valid menjadi kunci agar proses hukum berjalan dengan adil. Perlindungan terhadap saksi dan korban juga diperlukan agar penyidikan berjalan tanpa intimidasi dan ancaman dari manapun juga.
Penyelesaian yang Tidak Diskriminatif
Proses hukum yang adil harus memastikan bahwa siapa pun yang terlibat dalam tindak kekerasan mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya.
Tidak boleh ada upaya untuk melindungi pelaku hanya karena alasan tertentu, seperti hubungan sosial atau kekuasaan.
Setiap individu harus diperlakukan dengan setara di hadapan hukum.
Perlindungan terhadap Korban dan Saksi
Selain menghukum pelaku, negara juga harus memberikan perhatian serius terhadap pemulihan korban. Dalam hal ini, korban penembakan yang merupakan seorang guru Madin berhak atas perlindungan hukum, perawatan medis yang optimal, serta dukungan psikologis agar dapat kembali menjalani kehidupan normalnya.
Selain itu, negara juga harus bisa memberikan perlindungan terhadap keluarga korban agar tidak ada bentuk intimidasi atau ancaman lebih lanjut.
Pencegahan Kekerasan terhadap Guru.
Kasus ini juga menunjukkan bahwa kekerasan terhadap guru adalah masalah serius yang perlu mendapat perhatian lebih.
Negara harus membangun sistem perlindungan yang lebih baik bagi para pendidik, termasuk pengamanan fisik di lembaga pendidikan, serta pelatihan bagi para guru mengenai cara menghadapi situasi berisiko tinggi.
Pemerintah juga harus memastikan bahwa sistem hukum memberikan perlindungan maksimal terhadap setiap ancaman yang dihadapi oleh tenaga pendidik.
Kasus penembakan guru Madin di Jepara merupakan potret kelam tentang arogansinya generasi muda yang terlalu dini menyandang prestise kehidupan.
Dari perspektif Hak Asasi Manusia, peristiwa ini menegaskan pentingnya perlindungan terhadap hak atas hidup, rasa aman, dan perlindungan dari kekerasan bagi setiap individu, termasuk para pendidik.
Penegakan hukum yang adil harus dilakukan untuk memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai, serta korban mendapatkan pemulihan yang diperlukan.
Semoga kasus ini memberikan pelajaran bagi kita semua bahwa seorang tokoh yang seharusnya menjadi contoh, teladan dan panutan serta memberikan pengayoman dan melayani ummat dengan kasih sayang, bukan malah menjadikan privelege sebagai sarana untuk berbuat semena-mena.
Ibda’ binafsika. Mari kita mulai dari diri kita untuk menghormati, menjaga dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).