BREBES – Warga Kabupaten Brebes dibuat geram dengan tindakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Brebes, Manja Lestari Damanik yang diduga menjadi bandar penggelembungan suara salah satu caleg di Pemilu 2024.
Dugaan itu terungkap saat DKPP menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik KPU Brebes dan Bawaslu Brebes di Kantor KPU Jateng, Semarang, pada Kamis (14/11) lalu.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis J. Kristiadi itu, terungkap adanya dugaan bagi-bagi uang yang tak hanya dilakukan oleh jajaran KPU, tetapi juga Bawaslu yang ditujukan kepada para PPK dan Panwascam.
Para mantan PPK dan mantan Panwascam yang bersaksi dalam sidang itu mengaku pernah ditawari gepokan uang. Namun mereka mengaku tak menerima atau mengembalikan uang tersebut.
Salah satu saksi yang merupakan mantan PPK Pemilu 2024, Nur Agus mengaku sempat mendapat instruksi untuk melakukan penggelembungan bagi salah satu calon legislatif pada Pemilu 2024.
Awalnya, ia dan keempat anggota PPK serta Ketua PPK Sirampog bertemu para komisioner KPU dan mantan anggota PPK, Edi Nurtopik di sebuah Rumah Makan.
“Sesampainya di Rumah Makan Saritem saya duduk satu meja dengan Mas Aniq (anggota KPU) dan Mas Topik (mantan PPK Sirampog), kita ngobrol santai terkait divisi kita,” kata Nur persidangan, seperti dikutip Holopis.com kembali, Rabu (27/11).
Usai makan, Ketua PPK Sirampog Edi Budianto dipanggil anggota KPU Brebes ke dalam mobil. Setelah itu, Edi lantas mengajak para anggota PPK untuk berunding di salah satu rumah anggota PPK.
“Katanya ada yang perlu disampaikan saat itu juga. Sesampainya di rumah Pak Wawan (mantan anggota PPK), tiba-tiba Pak Ketua mengeluarkan bungkusan plastik kresek hitam berisi gepokan uang, kami semua kaget,” ungkapnya.
Edi yang saat di rumah makan duduk semeja dengan anggota KPU Brebes Wahadi itu pun mengatakan bahwa mereka diberi instruksi untuk melakukan penggelembungan dengan imbalan Rp 30 juta. Apabila menolak, mereka tak bisa kembali menjadi PPK pada Pilkada 2024.
Saat itu, mereka berlima sepakat untuk tidak mengindahkan perintah tersebut dan meminta Edi untuk menyimpan uang puluhan juta yang ada di kresek hitam. Keesokannya, uang tersebut dikembalikan langsung oleh Edi.
“Dan terbukti kami berlima mendaftar kembali untuk seleksi PPK Pilkada, walaupun saya sendiri CAT peringkat dua, kita semua tidak lolos,” jelasnya.
Hal senada dikatakan Ketua PPK Kecamatan Brebes, Firdan Fahrudin. Ia mengaku sempat diminta menghadap Ketua KPU Kabupaten Brebes Manja Lestari Damanik, Sabtu (17/4/2024) sekitar pukul 17.00 WIB.
“Saya menghadap dengan Ketua PPK Kecamatan Songgom berdua di ruangan beliau. Beliau atau Bu Manja mengatakan ‘tolong pertemuan ini jangan direkam’ ada permintaan begitu,” jelasnya.
“Yang kedua beliau meminta agar kita atau saya menambah perolehan suara dipakai (calon) nomor 3, baik Kabupaten, maupun di RI, dengan cara salah satunya suara partai dijadikan nama calon,” sambungnya.
Karena dikejar waktu untuk menghadiri rapat pleno, Fahruddin lantas izin pamit. Namun, Manja mengatakan ada titipan yang telah diberikan kepada mantan PPK Edi Nurtopik.
“Ketika pleno sudah selesai, saya dengan 5 PPK rapat pleno, saya mengatakan ‘Mas Topik, bingkisannya apa?’ setelah dibuka isinya uang Rp 50 juta, uangnya merah semua Rp 100 ribu-an,” jelasnya.
Merasa curiga, Fahruddin meminta uang agar diamankan. Saat berdiskusi dengan Pengadu 1 Riza, Fahrudin dan anggota PPK pun sepakat untuk meminta Topik mengembalikan uang tersebut.
Panwascam Ditawari Gepokan Uang dari Bawaslu
Tak hanya PPK, pembagian uang juga diterima mantan Ketua Panwascam Brebes Daryono. Ia mengaku sempat mendapat pesan WhatsApp dari Ketua Bawaslu Trio Pahlevi sebelum rapat pleno. Namun, usai rapat pesan tersebut sudah dihapus.
“Isinya ‘Pak Haji tolong saya titip Kecamatan Brebes’. Kemudian chat lagi masuk ‘nanti ada operasi’, terus chat lagi masuk ‘tolong apa yang disampaikan oleh PPK supaya diikuti’,” ungkapnya.
Esoknya, ia diinfokan salah satu stafnya bahwa akan ada dana operasional dari Bawaslu Kabupaten Brebes. Berunding dengan anggota komisioner lainnya, mereka sepakat menerima jika dana tersebut merupakan dana operasional Bawaslu.
“Anggota komisioner yang lain menjawab kalau itu dana operasional diterima. Ya udah saya terima, saya katakan lagi sama staf saya,” paparnya.
Usainya, staf tersebut mendatangi Daryono dan memberikan amplop coklat berisikan segepok uang yang dikatakan sebagai dana operasional. Ia langsung bertanya apa maksud uang tersebut.
“Staf saya bilang ‘ini dana dari Pak Ketua suruh mengamankan suara dari partai PDIP atas nama Shintya (Sandra Kusuma) dan Kingking (Trahing Kusuma), itu caleg dari DPRD Kabupaten, kalau Shintya itu DPR RI, kakak beradik,” ungkapnya.
“Saya kaget, sudah tugasnya Bawaslu itu ya mengamankan suara dari seluruh partai kok di sini disuruh salah satu, wah ini ada apa saya juga bingung,” lanjutnya.
Ia pun berunding dengan komisioner lainnya dan mendapati bahwa mereka pun mengalami hal serupa. Sama seperti mantan PPK, mereka juga mengembalikan uang tersebut.
“Ternyata uang itu bukan dikasihkan kepada saya saja, tapi tiga komisioner itu dikasih semua. Ternyata dibuka masing-masing isinya Rp 5 juta berarti 3 komisioner Rp 15 juta,” jelasnya.
Pada sidang yang berlangsung 8 jam hingga pukul 17.00 WIB itu, Ketua Majelis J Kristiadi sempat menanyai seluruh saksi dari penduga. Mereka semua mengaku mengalami hal serupa dan mengembalikan uang tersebut.
Warga Demo Minta Ketua KPU Brebes Mundur
Atas apa yang terungkap dalam sidang DKPP tersebut menyulut kemarahan warga. Setidaknya sebanyak ratusan warga Kabupaten Brebes menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPU Kabupaten Brebes di Jalan Yos Sudarso, pada Senin (25/11/2024).
Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Demokrasi (KMPD) menuntut agar Ketua KPU Brebes beserta jajaran komisioner mengundurkan diri dari jabatannya, karena diduga terlibat dalam upaya penggelembungan suara salah satu caleg di Pemilu 2024.
Aksi tersebut diketahui sempat diwarnai kericuhan, lantaran pada waktu bersamaan, kelompok massa lain yang menamakan diri Pam Swakarsa Kondusifitas Pilkada Brebes juga menggelar demonstrasi di lokasi yang sama.
Kelompok ini datang untuk mendukung KPU Brebes agar dapat menjalankan tugasnya dengan lancar dalam Pilkada Brebes yang akan berlangsung pada 27 November mendatang.
Kericuhan sempat terjadi lantaran kedua kelompok massa memiliki pandangan berbeda, hingga berujung pada aksi saling dorong. Beruntung, situasi tersebut dapat diredakan oleh aparat kepolisian dan TNI.
Tuntutan Mundur Sesuai Aturan
Koordinator KMPD Brebes Bersatu Untuk Maju, Anom Panuluh menegaskan, bahwa aksi tersebut merupakan bentuk pengawasan terhadap jalannya Pilkada Brebes.
Menurutnya, sebagai bagian dari masyarakat, mereka berhak mengawasi dan menuntut transparansi serta keadilan dalam proses Pemilu.
“Kami memberikan dukungan kepada KPU dan Bawaslu, namun kami juga berhak mengawasi jika ada kecurangan atau pelanggaran hukum. Kami mendesak agar Pilkada Brebes berlangsung damai, jujur, dan adil,” ujar Anom.
Anom juga menegaskan bahwa tuntutan mereka agar Ketua KPU Brebes mundur sesuai dengan surat edaran KPU No. 1925 tertanggal 25 Juni 2024, yang menyebutkan bahwa Komisioner KPU yang terlibat dalam pelanggaran hukum harus mempertanggungjawabkan tindakan mereka.
“Mereka seharusnya merasa malu dan mundur dengan sendirinya, daripada kami yang memaksa mereka untuk mundur,” tambah Anom.
Aksi protes ini mencerminkan ketegangan yang melanda persiapan Pilkada Brebes. Masyarakat berharap proses Pemilu dapat berjalan dengan transparansi dan keadilan, tanpa adanya intervensi atau penyalahgunaan kekuasaan dari pihak-pihak terkait.
Sanksi Tegas
Sementara itu, Ketua DPC LSM Harimau kab Brebes dan Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Brebes Willy Roymond meminta agar kasus dan temuan tersebut bisa segera diusut sampai tuntas.
“Siapa yang memberi dan menerima gratifikasi nya,” ucap Willy.
Dia menyampaikan, Ketua KPU dan komisionernya sudah mendapatkan sanksi dari KPU RI terkait kode etik.
“Mereka sudah mendapatkan sanksi apakah mereka masih layak untuk dipercaya? ini surat dari KPU RI bahwa mereka sudah mendapatkan sanksi kode etik dan pakta integeritas tapi belum Pidananya,” sebutnya.