Berita Holopis JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menduga pemilik PT Jembatan Nusantara (JN), Adjie membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan bernilai triliunan rupiah dengan menggunakan uang pembayaran akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Kepemilikan serta peruntukan aset itu sedang didalami penyidik KPK lebih lanjut. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun Holopis.com, Adjie yang merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi akusisi PT JN oleh ASDP ini, membeli sekitar 8 aset tanah dan bangunan dengan nilai total Rp 1 triliun. Pembelian aset tersebut bersumber dari uang pembayaran akuisisi PT JN oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).

“A (Adjie, red) diduga membeli sejumlah tanah dan bangunan menggunakan uang pembayaran akusisi oleh ASDP,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (20/11). 

Menurut Tessa, aset-aset yang dibeli itu telah disita pihaknya guna kepentingan proses penyidikan dan pendalaman lebih lanjut. Disinggung apakah Adjie bertindak gatekeeper atau perantara atas aset-aset tersebut untuk pihak lain, Tessa mengaku belum menerima informasi. 

Yang jelas, kata Tessa, semua bukti termasuk aset tanah dan bangunan yang telah disita akan ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik. Tak terkecuali apakah pembelian tanah dan bangunan itu untuk pribadi atau pihak lain. 

“Tentunya terkait aset yang sudah disita penyidik akan ditelusuri lebih lanjut, termasuk apakah aset tersebut terkait pribadi atau untuk pihak lain,” ujar Tessa. 

KPK sebelumnya mengungkap sejumlah lokasi aset berupa tanah dan bangunan bos PT Jembatan Nusantara Group, Adjie yang diduga terkait kasus dugaan korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). 

Dari sejumlah aset yang telah disita KPK, empat terletak di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Selain dikawasan elit itu, sejumlah aset yang disita tersebar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Bogor, hingga Surabaya. 

“Ada beberapa lokasi seperti di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan ada empat lokasi. Di Bogor satu lokasi; di Menteng, Jakarta Pusat satu lokasi; di Darmo Surabaya terdapat tiga lokasi; dan ada juga Graha Familly Surabaya yang terdapat dua lokasi,” kata Tessa Mahardika, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (22/10). 

KPK saat ini sedang mengusut kasus dugaan korupsi Kerja sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Lembaga antikorupsi sejauh ini menaksir kerugian negara dalam perkara korupsi ini diduga mencapai Rp 1,27 triliun. 

KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, empat tersangka itu yakni Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi; Harry MAC selaku direktur perencanaan dan pengembangan PT ASDP; Yusuf Hadi yang merupakan direktur komersial dan pelayanan PT ASDP; serta Adjie yang merupakan pemilik PT Jembatan Nusantara.

Adapun PT ASDP diketahui membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun. Dengan kondisi itu, PT ASDP kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola.

KPK mengungkapkan ada masalah dalam proses akuisisi perusahaan swasta itu. Di mana, kondisi kapal-kapal tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi. Penyidik KPK juga curiga atas penilaian kapal-kapal PT Jembatan Nusantara yang masuk bagian aset yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).

KPK menyatakan telah mengantongi bukti dan informasi adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi ini. Pihak lain yang dimaksud diluar pihak yang telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK juga menduga ada pihak yang diperkaya dalam proses akuisisi tersebut.

Selain itu, KPK juga telah mengantongi sejumlah bukti dan informasi dugaan aliran uang hasil Kerja sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022. Dalam pengembangan pengusutan, KPK berpeluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan menjerat pihak lain dalam perkara dugaan korupsi ini.