JAKARTA – Mantan Kepala BNN, Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar menilai bahwa hukuman penjara bagi penyalahguna narkoba sebenarnya kurang pas.
“Tujuan penegakan hukum narkotika berbeda tujuan penegakan hukum pidana,” kata Anang dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (19/11).
Dijelaksan Anang, bahwa penegakan hukum narkotika bertujuan mengekang kebebasan atau pemenjaraan dan perampasat aset hasil kejahatan dengan pembuktian terbalik dipengadilan, dan menjamin pengguna mendapatkan upaya rehabilitasi.
Sedangkan tujuan penegakan hukum pidana adalah menghukum pidana.
Jika ditarik dari dua pendekatan makna hukum pidana dengan penegakan hukum narkotika, maka vonis penjara bagi para pelaku penyalahgunaan narkotika menjadi kurang relevan.
“Itu sebabnya penegak hukum tidak merasa benar bila pelaku pesta narkotika ditangkap dan dipenjara, karena bertentangan dengan tujuan penegakan hukum narkotika,” ujarnya.
Ia pun berandai-andai, jika dirinya memiliki kekuasaan seperti Presiden, maka langkah untuk memperbaiki penanganan penyalahgunaan narkotika akan diawali dari pengarahan lembaga penegak hukum hingga yudikatif.
“Seandainya saya jadi presiden selaku kepala negara saya ingatkan Ketua MA, Jaksa Agung dan Kapolri sebagai atasan tertingginya penegak hukum, agar tidak merasa benar melihat kenyataan bahwa pengguna narkotika atau penyalah guna yang ditangkapi, dituntut, didakwa dan diadili serta dijatuhi hukuman penjara,” tuturnya.
Apalagi dalam perspektifnya, amanat UU sebenarnya tidak menginginkan para pelaku penyalahgunaan narkoba untuk dipenjara. Melainkan bagaimana mereka dipandang sebagai korban peredaran narkotika yang seharusnya direhabilitasi, bukan dipenjara.
“UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika jelas tujuannya menjamin pengguna atau penyalahguna mendapatkan upaya rehabilitasi, melalui wajib lapor pecandu dan melalui putusan hakim,” tegas Anang.
Dari perspektif ini, Komjen Pol Anang Iskandar pun memberikan benang merah, bahwa perjuangan rehabilitasi ini hanya untuk pengguna atau penyalahguna narkotika saja, bukan kepada para pengedar.
“Pengguna atau penyalah guna narkotika adalah korban peredaran gelap narkotika, yang menderita sakit adiksi ketergantungan narkotika dengan risiko, bila tidak menggunakan narkotika lagi maka risiko adalah mengalami sakau, bila mengkonsumsi narkotika lagi maka bisa terhindar dari sakau, tetapi berisiko ditangkap penyidik narkotika,” tukasnya.
Maka dari itu, ia pun menekankan bahwa jika memang pemerintah dan aparat penegak hukum sungguh-sungguh memberantas narkoba, maka dua pendekatan penindakan harus dipahami batasannya.
Di mana bagi para pengguna atau penyalahguna harus ditangkap dan ditehabilitasi agar bisa terlepas dari adiksinya.
Sementara bagi pengedar, penjual dan bandar wajib ditindak sesuai hukum yang berjalan dengan penekanan efek jera dan pemberantasan peredaran narkotika.
“Tapi ingat, menjadi pengguna narkotika bukan karena ada niat, apalagi nita jahat, tetapi karena ditipu, dibujuk, dirayu, diperdaya atau dipaksa menggunakan narkotika, Silakan baca penjelasan pasal 54. Jelas dia korban kejahatan,” tegas Anang.
“Itu sebabnya pengguna atau penyalah guna narkotika bila ditangkap penyidik, proses penuntutan dan pengadilannya dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi dan hakim wajib menjatuhkan hukuman rehabilitasi,” pungkasnya.